Terumbu Karang Raja Ampat Rusak, Menhub Salahkan Kapal Inggris

Kamis, 16 Maret 2017 | 05:39 WIB
Terumbu Karang Raja Ampat Rusak, Menhub Salahkan Kapal Inggris
Terumbu karang di Radja Ampat, Papua Barat, yang rusak oleh kapal pesiar, MV Caledonian Sky. [Dok Kemenko Maritim]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah RI memutuskan akan menggugat kasus kerusakan terumbu karang di perairan Raja Ampat akibat kandasnya kapal pesiar MV Caledonian Sky tersebut. Pemerintah juga akan memanggil pihak perusahaan pemilik kapal.

"Gugatan akan dilakukan secepatnya. Kapal Caledonian ini sekarang posisinya ada di Filipina. Kami akan buat surat perintah untuk pemanggilan dan pemeriksaan," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam konferensi pers di KKP, Jakarta, Rabu (15/3).

Kronologis rusaknya terumbu karang di Raja Ampat diawali dari masuknya sebuah kapal pesiar, MV Caledonian Sky yang berbendera Bahama itu dinahkodai oleh Kapten Keith Michael Taylor dan memiliki bobot 4.200 GT pada 3 Maret 2017.

Kapal yang membawa 102 turis dan 79 Anak Buah Kapal (ABK) itu setelah mengelilingi pulau untuk mengamati keanekaragaman burung serta menikmati pementasan seni, para penumpang kembali ke kapal pada siang hari 4 Maret 2017.

Kapal pesiar itu kemudian melanjutkan perjalanan ke Bitung pada pukul 12.41 WIT. Di tengah perjalanan menuju Bitung, MV Caledonian Sky kandas di atas sekumpulan terumbu karang di Raja Ampat.

Untuk mengatasi hal ini Kapten Keith Michael Taylor merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya.

Saat kapal itu kandas, sebuah kapal penarik (tug boat) dengan nama TB Audreyrob Tanjung Priok tiba di lokasi untuk mengeluarkan kapal pesiar tersebut. Namun upaya tersebut awalnya tidak berhasil karena kapal MV Caledonian Sky terlalu berat.

Kapten terus berupaya untuk menjalankan kapal Caledonian Sky hingga akhirnya berhasil kembali berlayar pada pukul 23.15 WIT pada tanggal 4 Maret 2017.

"Luas dampak kerusakan pada tahap praeliminary 1600 meter persegi. Teman-teman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan KKP masih di sana untuk menentukan detail luas kerusakannya," kata Bramantya.

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut juga memaparkan, sejumlah peraturan perundangan yang dilanggar antara lain terkait UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No 31/2004 tentang Perikanan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI