Suara.com - Mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung, Juhri, menilai sikap panwaslu Jakarta tidak tegas menyikapi maraknya spanduk bernada SARA menjelang pilkada Jakarta putaran kedua. Menurut dia ketidaktegasan tersebut justru memunculkan kesan seakan-akan penyelenggara pemilu membiarkan itu semua terjadi.
"Kalau saya sebenarnya menyayangkan tidak adanya keberanian dari pihak panwas dan juga KPU yang tidak memberikan masukan kepada panwas. Ketua panwas harus tegas," kata Juhri di Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2017).
Juhri kemudian membandingkan pengalamannya ketika menangani isu yang sama di pilkada Kabupaten Belitung Timur. Ketika itu, pilkada diikuti oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan muncul spanduk-spanduk propaganda untuk menolak pemimpin non muslim.
"Kalau saya nggak ada urusan itu. Kami menerima ancaman dan teror, nggak jadi masalah, karena itu bukan sebuah persoalan bagi kami untuk ungkapkan kebenaran. Kami harus betul-betul mengawasi, melakukan pembinaan politik, agar semuanya jadi cerah," kata Juhri yang merupakan salah satu saksi meringankan Ahok dalam perkara dugaan penodaan agama.
Juhri mengatakan bola penanganan kasus semacam itu sebenarnya ada di tangan panwaslu. Panwaslu, kata dia, seharusnya bersikap tegas.
"Saya kira ini faktor decision (memutuskan) saja, siapa pemimpinnya. Kalau saya sebagai ketua panwas di DKI, saya nggak nunggu satpol PP, saya turunkan spanduk itu. Dulu (waktu di Belitung Timur) spanduk besar 15 meter yang terpampang dengan ada foto cagub dan tulisan larang pilih paslon non muslim, saya turunkan. Akhirnya mereka protes, saya dibilang langgar undang-undang pemasangan spanduk, saya nggak mau tahu," kata Juhri.
Kasus tersebut, kata dia, kemudian dibawa ke dalam rapat pleno yang dihadiri badan pengawas pemilu tingkat provinsi. Kemudian diputuskan masuk kategori pidana.
"Kami pleno. Kami putuskan ada selebaran termasuk black campaign yang masuk unsur pidana. Tingkat provinsi ditindaklanjuti dan hasilnya sama. Ada tindak pidana oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab," katanya.
Beberapa pekan terakhir, marak spanduk bertuliskan "masjid ini tidak mensholatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama." Bahkan, ada kuburan yang dipasang spanduk "pemakaman ini ga nerima bangke orang munafik/pendukung dan pembela penista agama."
Satpol PP sebenarnya sudah bertindak, tetapi tetap saja muncul lagi di beberapa tempat. Belakangan, tulisan spanduknya lebih beragam.