Hak Angket Korupsi e-KTP Gol, DPR Bakal Jadi 'Samsak' Rakyat

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 15 Maret 2017 | 08:26 WIB
Hak Angket Korupsi e-KTP Gol, DPR Bakal Jadi 'Samsak' Rakyat
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Priyo Budi Santoso, di Gedung DPR, Jakarta Selatan, Selasa (31/5/2016). [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - DPR RI diminta mengurungkan niat untuk menggunakan hak anget guna menelisik kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP),  serta merevisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Golongan Karya (Golkar) Priyo Budi Santoso mengkhawatirkan DPR bakal dinilai sebagai kubu reaksioner terhadap pemberantasan korupsi.

"Mengajukan hak angket maupun merevisi UU itu sah saja, karena hak dan wewenang DPR. Tapi, kalau boleh menyarankan, kedua hal itu tidak perlu dilakukan. DPR nanti bisa dituding melawan pemberantasan korupsi dan KPK. Bisa jadi samsak para kritikus dan rakyat,” tutur Priyo, Rabu (15/3/2017).

Baca Juga: Kumpulkan Lembaga Tinggi Negara, JK: Tidak Bahas Korupsi e-KTP

Priyo mengungkapkan, dirinya juga sudah meminta Partai Golkar untuk tidak mengacuhkan usul hak angket e-KTP dan menghentikan sosialisasi revisi UU No 30/2002  tentang KPK.

Sepekan terakhir, wacana menggunakan hak angket untuk menelisik kasus dugaan korupsi e-KTP merebak di kalangan anggota DPR RI. Pencetusnya adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Fahri mengklaim, sudah ada belasan legislator yang menghubungi dia untuk memberikan dukungan pengusulan hak angket kasus korupsi e-KTP. Hak  angket adalah hak kewenangan DPR untuk mengusut sesuatu yang dianggap melanggar perundang-undangan.

Ia mengatakan, kasus korupsi E-KTP ini perlu diinvestigasi secara komprehensif. Sebab, banyak anggota DPR yang diduga terlibat.

Karena dugaan keterlibatan itulah kasus itu harus dibahas secara adil, baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun DPR.

Baca Juga: 5 Profesi Dengan Gaji Tinggi di Tahun 2017

Selain itu, Fahri menilai surat dakwaan KPK kepada dua terdakwa kasus ini—mantan pejabat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Dukcapil Kemendagri Sugiharto dan Irman—terkesan tendensius.

”Tampak tendensius, karena bertujuan untuk menutupi peran dan keterlibatan orang-orang tertentu. Ini mirip skandal Bank Century. Dalam angketnya (kasus Bank Century) menemukan si ini, si ini melakukan rapat, mengatur ini-itu, mentransfer tengah malam, mencairkan (uang) tengah malam, tapi tiba-tiba yang jadi narapidananya Budi Mulya yang tidak disebut dalam kasus itu," kata dia.

Sementara KPK sendiri sudah menolak wacana yang bergulir di lembaga legislatif tersebut. Pasalnya, dalam menangani proyek dengan anggaran Rp5,9 triliun tersebut, KPK sudah bekerja sesuai dengan aturan yang ada.

"KPK kerja sudah sesuai kewenangan, hak angket untuk apa lagi," kata Juru Bicaranya KPK, Febri Diansyah di gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/3/2017).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI