Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan Polri akan bekerjasama dengan Federal Bureau of Investigation untuk menelusuri kasus kejahatan seksual terhadap anak dan pornografi yang dikelola melalui Official Candys Group di Facebook. Group ini berisi foto-foto dan video tentang hubungan seksual dengan anak (pedofilia).
"Grup-grup yang ada masih banyak adminnya. ada Peru, Argentina, Meksiko, El Salvador, Chile, Bolivia, Colombia, Costa Rica, Amerika. Oleh sebab itu, kami akan melakukan kerjasama dengan pihak FBI untuk bisa menindaklanjuti kejahatan ini," kata Iriawan di Polda Metro Jaya, Selasa (14/3/2017).
Sejak dibuat September 2016, grup tersebut sudah beranggota sebanyak 7.479 orang.
Kasus ini terbongkar setelah polisi mengamankan empat admin yaitu Wawan (27), Dede (24), Diki Firmansyah (17) dan perempuan berinisial SHDW alias SHDT (16).
Iriawan meyakini grup tersebut memiliki kaitan dengan sindikat kejahatan seksual dengan korban anak berskala global.
Kepolisian, kata dia, juga akan bekerjasama dengan Facebook untuk membuka akun Official Candys Group yang telah diblokir setelah tercium polisi.
"Ini juga berkonek atau nyambung dengan member-member internasional. di mana ada member dari Amerika latin, dan sedunia. Berikutnya, kami akan mencari sisanya, siapa saja di antara mereka ini, tentu kita akan bekerjasama dengan Facebook untuk membuka kembali yang sudah diblok oleh pihak Facebook," kata Iriawan.
Anggota member grup akan mendapatkan keuntungan rupiah jika konten foto dan video seks dengan anak yang mereka share diklik member yang lain. Setiap klik nilainya Rp15 ribu.
Tapi, polisi belum dapat membongkar sumber dananya.
"Perputaran uang tidak besar. Yang dia tekankan bukan masalah uang atau ekonomi. Ada memang satu klik Rp15 ribu, masuk ke dalam rekening khusus, sesuai dengan yang kita dapatkan. Tapi kepuasan dari sensasi seksual itu yang dia rasakan. Ini sudah kami perdalam. Itu yang dirasakan oleh mereka, sensasi seksual itu," kata dia.
Polisi juga akan melibatkan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak dan Komisi Nasional Perlindungan Anak.
"Tentunya kami kerjasama juga dengan Komnas perlindungan anak dan Kementerian PPA untuk bisa terus mengungkap ini, dan melakukan konseling. Tentunya, bagi korban yang ada itu pasti trauma. oleh sebab itu, kami menggandeng kawan-kawan kami yang lainnya untuk bisa menindaklanjuti," kata dia.
Setelah membekuk empat tersangka, polisi mengidentifikasi ada delapan anak mulai dari umur tiga sampai 12 tahun yang menjadi korban.
Selain menangkap empat tersangka, polisi menyita barang bukti berupa empat unit telepon genggam berbagai merek.
Para tersangka dikenakan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 4 ayat Jo Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 30 Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
"Grup-grup yang ada masih banyak adminnya. ada Peru, Argentina, Meksiko, El Salvador, Chile, Bolivia, Colombia, Costa Rica, Amerika. Oleh sebab itu, kami akan melakukan kerjasama dengan pihak FBI untuk bisa menindaklanjuti kejahatan ini," kata Iriawan di Polda Metro Jaya, Selasa (14/3/2017).
Sejak dibuat September 2016, grup tersebut sudah beranggota sebanyak 7.479 orang.
Kasus ini terbongkar setelah polisi mengamankan empat admin yaitu Wawan (27), Dede (24), Diki Firmansyah (17) dan perempuan berinisial SHDW alias SHDT (16).
Iriawan meyakini grup tersebut memiliki kaitan dengan sindikat kejahatan seksual dengan korban anak berskala global.
Kepolisian, kata dia, juga akan bekerjasama dengan Facebook untuk membuka akun Official Candys Group yang telah diblokir setelah tercium polisi.
"Ini juga berkonek atau nyambung dengan member-member internasional. di mana ada member dari Amerika latin, dan sedunia. Berikutnya, kami akan mencari sisanya, siapa saja di antara mereka ini, tentu kita akan bekerjasama dengan Facebook untuk membuka kembali yang sudah diblok oleh pihak Facebook," kata Iriawan.
Anggota member grup akan mendapatkan keuntungan rupiah jika konten foto dan video seks dengan anak yang mereka share diklik member yang lain. Setiap klik nilainya Rp15 ribu.
Tapi, polisi belum dapat membongkar sumber dananya.
"Perputaran uang tidak besar. Yang dia tekankan bukan masalah uang atau ekonomi. Ada memang satu klik Rp15 ribu, masuk ke dalam rekening khusus, sesuai dengan yang kita dapatkan. Tapi kepuasan dari sensasi seksual itu yang dia rasakan. Ini sudah kami perdalam. Itu yang dirasakan oleh mereka, sensasi seksual itu," kata dia.
Polisi juga akan melibatkan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak dan Komisi Nasional Perlindungan Anak.
"Tentunya kami kerjasama juga dengan Komnas perlindungan anak dan Kementerian PPA untuk bisa terus mengungkap ini, dan melakukan konseling. Tentunya, bagi korban yang ada itu pasti trauma. oleh sebab itu, kami menggandeng kawan-kawan kami yang lainnya untuk bisa menindaklanjuti," kata dia.
Setelah membekuk empat tersangka, polisi mengidentifikasi ada delapan anak mulai dari umur tiga sampai 12 tahun yang menjadi korban.
Selain menangkap empat tersangka, polisi menyita barang bukti berupa empat unit telepon genggam berbagai merek.
Para tersangka dikenakan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 4 ayat Jo Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 30 Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.