Direktur Populi Center Usep S. Ahyar mengatakan acara peringatan Supersemar yang diselenggarakan keluarga mantan Presiden Soeharto atau keluarga Cendana di Masjid At Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Sabtu (11/3/2017), merupakan indikasi yang menunjukkan keluarga Cendana ingin kembali ke pentas politik nasional.
"Nah, kebetulan belakangan ini ada momentum pilkada (Jakarta) yang kemudian menguatkan kubu-kubu, baik yang pro dan tidak. Nah, ini ketemu kepentingannya," kata Usep kepada Suara.com, Selasa (14/3/2017).
Usep menambahkan keinginan keluarga Cendana kembali mendapatkan kepercayaan publik sebenarnya sudah terasa sejak lama. Jauh sebelum peringatan Supersemar, kemarin, misalnya muncul wacana untuk memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, kemudian muncul slogan dengan gambar Soeharto sedang tersenyum dengan tulisan "piye kabare, isih penak jamanku tho?"
"Makanya itu, keluarga Cendana sebelum masuk ke elektabilitas soal dukungan di pentas polisi, mereka melihat akseptabilitas (penerimaan) masyarakat seperti apa. Ternyata, kan kalau dilihat, menguat. Sebagian masyarakat masih percaya dan tokoh-tokoh juga datang (ke acara peringatan Supersemar di TMII)," kata dia. Usep mengatakan Supersemar merupakan tonggak legitimasi Orde Baru yang berkuasa 32 tahun.
Menurut Usep ada beberapa hal yang mesti dicermati atas peristiwa-peristiwa tersebut.
"Satu, memang butuh alternatif pemimpin yang hampir sama seperti Pak Harto, banyak yang rindu itu. Mungkin juga banyak orang yang merasa hari ini tidak lebih baik dari zaman Orba sehingga mereka ingin kembali terhadap kepemimpinan seperti Pak Harto," katanya.
Kedua, kata Usep, terjadi pertemuan antar berbagai kepentingan, terutama dalam konteks pilkada Jakarta.
"Di antaranya dari calon tertentu atau kelompok tertentu yang cari dukungan ke Cendana. Kan keluarga Cendana ini diduga logistik masih cukup besar, pengaruh juga cukup besar. Dan keluarga Cendana juga punya kepentingan untuk kembali menarik kepercayaan dari masyarakat. Dan ini ada momentumnya. Jadi, ada untungnya kedua kepentingan itu," kata dia.
Lebih jauh, Usep mengatakan sulit untuk tidak mengaitkan peringatan Supersemar akhir pekan lalu dengan konsolidasi pilkada putaran kedua. Meskipun semua calon gubernur dan wakil gubernur diundang untuk menghadiri acara keluarga Cendana tersebut, tapi ada perlakuan yang berbeda, terhadap tokoh tertentu, misalnya terjadi insiden penolakan terhadap calon wakil gubernur petahana Djarot Saiful Hidayat.
"Jadi, dua-duanya (kepentingan Cendana dan kelompok tertentu) terpenuhi. Satu sisi Cendana cari panggung dan momentum, di lain pihak ada kepentingan (pilkada) terfasilitasi karena menganggap keluarga Cendana masih punya modal kapital cukup tinggi, juga banyak pengaruhnya, atau pun kapital-kapitalnya," katanya.
"Nah, kebetulan belakangan ini ada momentum pilkada (Jakarta) yang kemudian menguatkan kubu-kubu, baik yang pro dan tidak. Nah, ini ketemu kepentingannya," kata Usep kepada Suara.com, Selasa (14/3/2017).
Usep menambahkan keinginan keluarga Cendana kembali mendapatkan kepercayaan publik sebenarnya sudah terasa sejak lama. Jauh sebelum peringatan Supersemar, kemarin, misalnya muncul wacana untuk memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, kemudian muncul slogan dengan gambar Soeharto sedang tersenyum dengan tulisan "piye kabare, isih penak jamanku tho?"
"Makanya itu, keluarga Cendana sebelum masuk ke elektabilitas soal dukungan di pentas polisi, mereka melihat akseptabilitas (penerimaan) masyarakat seperti apa. Ternyata, kan kalau dilihat, menguat. Sebagian masyarakat masih percaya dan tokoh-tokoh juga datang (ke acara peringatan Supersemar di TMII)," kata dia. Usep mengatakan Supersemar merupakan tonggak legitimasi Orde Baru yang berkuasa 32 tahun.
Menurut Usep ada beberapa hal yang mesti dicermati atas peristiwa-peristiwa tersebut.
"Satu, memang butuh alternatif pemimpin yang hampir sama seperti Pak Harto, banyak yang rindu itu. Mungkin juga banyak orang yang merasa hari ini tidak lebih baik dari zaman Orba sehingga mereka ingin kembali terhadap kepemimpinan seperti Pak Harto," katanya.
Kedua, kata Usep, terjadi pertemuan antar berbagai kepentingan, terutama dalam konteks pilkada Jakarta.
"Di antaranya dari calon tertentu atau kelompok tertentu yang cari dukungan ke Cendana. Kan keluarga Cendana ini diduga logistik masih cukup besar, pengaruh juga cukup besar. Dan keluarga Cendana juga punya kepentingan untuk kembali menarik kepercayaan dari masyarakat. Dan ini ada momentumnya. Jadi, ada untungnya kedua kepentingan itu," kata dia.
Lebih jauh, Usep mengatakan sulit untuk tidak mengaitkan peringatan Supersemar akhir pekan lalu dengan konsolidasi pilkada putaran kedua. Meskipun semua calon gubernur dan wakil gubernur diundang untuk menghadiri acara keluarga Cendana tersebut, tapi ada perlakuan yang berbeda, terhadap tokoh tertentu, misalnya terjadi insiden penolakan terhadap calon wakil gubernur petahana Djarot Saiful Hidayat.
"Jadi, dua-duanya (kepentingan Cendana dan kelompok tertentu) terpenuhi. Satu sisi Cendana cari panggung dan momentum, di lain pihak ada kepentingan (pilkada) terfasilitasi karena menganggap keluarga Cendana masih punya modal kapital cukup tinggi, juga banyak pengaruhnya, atau pun kapital-kapitalnya," katanya.