Nama-nama tokoh berpengaruh masuk dalam berkas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, kemarin. Mereka diduga kecipratan duit fee proyek yang merugikan negara Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun. Artinya, ada kemungkinan lembaga antirasuah mendapatkan serangan politik.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah berharap itu tidak terjadi.
"Kami fokus di proses hukum saja, dikoridor hukum dan tekanan politik kami harap tidak ada kepada KPK," kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah berharap itu tidak terjadi.
"Kami fokus di proses hukum saja, dikoridor hukum dan tekanan politik kami harap tidak ada kepada KPK," kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).
Febri berharap pihak-pihak yang namanya disebutkan terdakwa menghormati proses hukum yang sekarang sedang berlangsung. Bukan sebaliknya.
"Karena seharusnya politik yang baik bisa mendukung kebijakan KPK, seperti halnya masyarakat yang ingin agar penanganan kasus korupsi. Namun kalau, ada tekanan politik itu tentu kami akan maksimalkan proses hukumnya," katanya.
Mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sudah mengingatkan kepada KPK periode sekarang. Menurut Busyro sinyal serangan politik sudah terasa melalui revisi UU KPK yang diyakini untuk memutilasi KPK.
KPK sudah mendapatkan informasi mengenai poin yang akan direvisi, salah satunya terkait kewenangan penyadapan dan keberadaan dewan pengawas. Penyadapan baru bisa dilakukan KPK kalau sudah mendapatkan izin dari dewan pengawas serta baru boleh dilakukan jika sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup.
"Itu artinya kalau kami sesuaikan dengan UU KPK saat ini, penyadapan baru boleh dilakukan kalau penyidikan sudah dilakukan. Karena syarat di KPK adalah penyidikan baru boleh dilakukan kalau sudah ada bukti permulaan yang cukup," kata Febri.
"Ini tentu saja kedepan kalau pasal-pasal ini diterapkan, kita tidak akan OTT (operasi tangkap tangan), karena penyadapan, kalau dalam kasus OTT dilakukan sebelum proses penyidikan. Kalau dilihat dari substansi itu jelas potensi sangat melemahkan KPK," Febri menambahkan.
KPK berharap DPR tidak merevisi aturan bagian-bagian vital kewenangan KPK.
"Jadi kami harap DPR menyatakan secara tegas, karena ada beberapa pendapat juga misalnya dari pihak badan-badan tertentu di DPR tidak ada revisi UU KPK tahun ini, sementara ada beberapa kalangan yang sedang bergerak. Jadi ini perlu clear. Kita berharap DPR juga melakukan perbaikan di DPR dalam mendukung upaya pencegahan yang dilakukan di sana," kata Febri.
"Karena seharusnya politik yang baik bisa mendukung kebijakan KPK, seperti halnya masyarakat yang ingin agar penanganan kasus korupsi. Namun kalau, ada tekanan politik itu tentu kami akan maksimalkan proses hukumnya," katanya.
Mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sudah mengingatkan kepada KPK periode sekarang. Menurut Busyro sinyal serangan politik sudah terasa melalui revisi UU KPK yang diyakini untuk memutilasi KPK.
KPK sudah mendapatkan informasi mengenai poin yang akan direvisi, salah satunya terkait kewenangan penyadapan dan keberadaan dewan pengawas. Penyadapan baru bisa dilakukan KPK kalau sudah mendapatkan izin dari dewan pengawas serta baru boleh dilakukan jika sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup.
"Itu artinya kalau kami sesuaikan dengan UU KPK saat ini, penyadapan baru boleh dilakukan kalau penyidikan sudah dilakukan. Karena syarat di KPK adalah penyidikan baru boleh dilakukan kalau sudah ada bukti permulaan yang cukup," kata Febri.
"Ini tentu saja kedepan kalau pasal-pasal ini diterapkan, kita tidak akan OTT (operasi tangkap tangan), karena penyadapan, kalau dalam kasus OTT dilakukan sebelum proses penyidikan. Kalau dilihat dari substansi itu jelas potensi sangat melemahkan KPK," Febri menambahkan.
KPK berharap DPR tidak merevisi aturan bagian-bagian vital kewenangan KPK.
"Jadi kami harap DPR menyatakan secara tegas, karena ada beberapa pendapat juga misalnya dari pihak badan-badan tertentu di DPR tidak ada revisi UU KPK tahun ini, sementara ada beberapa kalangan yang sedang bergerak. Jadi ini perlu clear. Kita berharap DPR juga melakukan perbaikan di DPR dalam mendukung upaya pencegahan yang dilakukan di sana," kata Febri.