Suara.com - Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar Yorrys Raweyai meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak menutup-tutupi proses persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik dengan terdakwa mantan pejabat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman. Yorrys menegaskan persidangan perkara pidana harus dilakukan secara terbuka, kecuali menyangkut rahasia negara.
"Jadi (persidangan kasus e-KTP) ini harus dibuka selebar-lebarnya pada saat dakwaan, kecuali pada pemeriksaan saksi karena pemeriksaan saksi kan dia bisa memantau melalui media. Tapi putusan-putusan sela dakwaan harus terbuka. Malah kami menduga mungkin dari pihak pengadilan sengaja menutupi. Ini nggak boleh harus terbuka untuk umum," kata Yorrys di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Partai Golkar, kata dia, berkomitmen sejak masa reformasi untuk menjadikan korupsi sebagai musuh utama. Komitmen tersebut, katanya, selalu disampaikan oleh ketua umum partai dalam setiap pidato.
"Dan siapapun tidak ada toleransi dan kita menganut asas praduga tidak bersalah dan sekarang ini (kasus E-KTP) sedang berproses hukum ini dan kita berada terdepan mendukung proses ini," kata dia.
Dalam berkas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dua terdakwa yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, kemarin, terdapat puluhan nama yang diduga menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP, di antaranya tujuh nama kader Golkar. Yorrys mengatakan itu sangat menyedihkan, apalagi ada nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
"Apalagi kalau anda baca didakwakan kemarin nomor satu kan Golkar paling banyak. Dari pimpinan-pimpinan tertinggi sampai pimpinan-pimpinan, ini menyedihkan," kata dia.
Untuk sekarang, kata Yorrys, belum dapat menyebutkan sanksi karena proses hukum masih berlangsung. Namun, Yorrys memastikan Partai Golkar sudah punya mekanisme untuk menghukum kader yang terlibat korupsi.
"Soal bagaimana partai (memberikan sanksi) saya pikir semua partai punya aturan AD/ART tentang hak dan kewajiban, anggota, kemudian sanksi-sanksi. Tapi biarkan kita serahkan ini bergulir dan kita kawal itu," ujarnya.
Selain Novanto, nama Ade Komarudin, Melchias Markus Mekeng, Chairul Harapan, Mustoko Weni, Agun Gunandjar, dan Markus Nari, juga tercantum dalam berkas dakwaan kasus proyek yang telah merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun dari total nilai Rp5,9 triliun.
Yorrys mengatakan semua nama tersebut wajib hadir di persidangan jika dibutuhkan jaksa sebagai saksi.
"(Kehadiran saksi) itu wajib, kalau nggak, ada aturan hukum jemput paksa katanya," kata Yorrys.