"Dalam dakwaan kesatu pertama ada tindak pidana yang didakwakan karena ada pemberian uagn dari Yogan Askan untuk penambahan dana alokasi khusus agar membantu pengurusan dana alokasi khusus sarana dan prasarana yang diperoleh dari APBD 2016 provinsi Sumbar," ungkap hakim.
Walau di persidangan Putu mengaku bahwa uang yang diterimanya tidak ada hubungan dengan pengurusan anggaran tapi terkait rencana pencalonan Yogan sebagai ketua DPD Partai Demokrat Sumbar, namun hakim tidak sepakat dengan keterangan itu.
"Terdakwa terbukti menerima uang Rp500 juta melalui Novianti, atas sepengetahuan dan kehendak terdakwa soal 'commitment fee' pengusahaan anggaran. Terdakwa sudah mengetahui pemberian uang untuk menggerakkan terdakwa selalu anggota DPR untuk membantu penambahan anggaran DAK provinsi Sumbar," jelas hakim.
Dalam dakwaan kedua, JPU juga menilai Putu terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2,7 miliar yang berasal dari Salim Alaydrus sebesar Rp2,1 miliar yang diterima pada April 2016; dari Mustakim sebesar Rp300 juta; dan dari Ippin Mamonto yang merupakan orang dekat wakil ketua MPR 2014-2019 EE Mangindaan sebesar Rp300 juta pada Mei 2016.
Baca Juga: Jadi Wakil Indonesia yang Tersisa di All England, Ini Kata Sony
Uang dari Salim Alaydrus digunakan Putu untuk membayar utang kepada Djoni Garyana sebesar Rp1,6 miliar dan sisanya sebesar Rp500 juta ditransfer ke rekening Ni Luh Putu Sugiani.
"Uang diterima dari Salim secara tunai tanpa tanda terima, tidak ada tanda penerimaan dan bukan transaksi yang wajar karena diperintahkan untuk mengambil secara tunai lalu dibawa ke Jakarta. Uang digunakan untuk kepentingan terdakwa, tidak ada digunakan untuk kepentingan usaha dan penerimaan itu adalah gratifikasi yang tidak dilaporkan pada KPK setelah 30 hari sehingga harus dianggap sebagai suap," kata hakim.
Hakim juga tidak sependapat dengan Putu yang menyatakan penerimaan uang Rp300 juta yang diakui sebagai pembayaran utang. Sedangkan penerimaan dari Ippin Mamonto juga hakim menilai bukan merupakan hasil penjualan tanah.
"Penerimaan uang dari Ipin Mamoto sebesar Rp300 juta di Plasa Senayan Jakarta bukan transaksi yang wajar tanpa tanda terima dan tidak dihadirkan pembeli maka tidak terbukti sebagai fakta hukum dan penerimaan Rp300 juta harus dianggap sebagai suap," ungkap hakim.
Adapun uang terdakwa sebesar 40 ribu dolar Singapura yang ditemukan petugas KPK saat penangkapan 28 Juni 2016 dan diterangkan sebagai honor sebagai anggota DPR tidak mendasar.
Baca Juga: Habib Novel: Sudah Tidak Mungkin Ahok Menang
"Namun bukti transaksi tidak cukup maka terhadap uang 40 ribu dolar Singapura saat OTT majelis anggap sebagai gratifikasi. Jaksa juga menuntut majelis merampas Rp150 juta dan Rp50 juta karena merupakan bagian dari suap dan majelis sepakat akan hal itu," tambah hakim. Atas putusan itu, Putu mengatakan menerima.