Komisi Pemberantasan Korupsi akan memulai sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan protek Kartu Tanda Penduduk Berbasis Elektronik (e-KTP) dengan agenda pembacaan surat dakwaan dua tersangka, Irman dan Sugiharto pada Kamis (9/3/2017). Dalam dakwaan tersebut akan disampaikan secara lengkap bagaimana proses kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga 2,3 triliun rupiah tersebut.
Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, ada tiga tahap yang dituangkan dalam dakwaan, tentang awal mula terjadinya kasus yang melibatkan nama-nama besar, baik di pemerintahan saat itu maupun anggota DPR yang saat ini sudah menjabat posisi penting. Kata dia, tiga tahap tersebut terdapat indikasi bahwa memang terjadi penyimpangan penggunaan keuangan negara.
"Pertama, pada tahapan pembahasan anggaran, sebelum anggaran formal. Kita temukan adanya indikasi-indikasi pertemuan sejumlah pihak disana, untuk membicarakan proyek e-KTP ini," katanya saat dihubungi, Rabu (8/3/2017).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa setelah adanya hasil dalam tahap awal yang hanya melibatkan beberapa orang tersebut, proyek tersebut pun dibawa ke forum yang lebih besar, yakni dengan melibatkan sejumlah anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 dan juga pelaksana undang-undang, pemerintah. Pada tahap ini, penyimpangan berupa adanya prkatek 'ijon' sudah mulai terlihat jelas dalam kasus yang anggarnnya mencapai 5,9 triliun rupiah tersebut.
Baca Juga: Soal e-KTP, KPK: Kami Tak Hanya Bicara Nama-nama, Tapi...
"Dan ada indikasi sejumlah pihak, ada cukup banyak pihak yang juga menikmati aliran dana e-KTP," kata Febri.
Mantan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut menambahkan bahwa penyimpangan semakin nyata ketika sudah masuk tahap ketiga, yakni tahap pengadaan. Dan pada tahap inilah kerugian negara akibat proyek tersebut semakin jelas.
"Kemudian ketiga, pada tahap pengadaan tentu ada penyimpangan yang kita temukan. Mulai dari penentuan harga sampai pada indikasi kerugian negara sekitar 2,3 triliun rupiah," katanya.
Dan untuk lebih jelas kata Febri, KPK sudah menerangkannya dalam dakwaan yang jumlah mencapai angka ribuan halaman.
"Kita juga akan terus mendalami dan membandingkan uang negara 2,3 triliun rupiah itu, sebelumnya mengalir kepada siapa saja. Kurang lebih konstruksi umum dari hasil penyidikan yang dilakukan yang nanti di tahap awal akan kita lihat pada proses pembacaan dakwaan pada hari Kamis," katanya.
Dalam perkara e-KTP sudah ada dua tersangka yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.
Terdapat tokoh-tokoh besar yang pernah diperiksa sebagai saksi perkara ini di KPK, antara lain, Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Selain itu, ada pula mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M. Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lain.
KPK juga menerima total pengembalian Rp250 miliar dari korporasi dan 14 orang individu. Pembagiannya Rp220 miliar dikembalikan korporasi dan Rp30 miliar dikembalikan oleh individu, sebagian dari 14 orang yang mengembalikan itu adalah anggota DPR.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.