Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan biaya pajak dan bumi bangunan (PBB) yang setiap tahun dikeluarkannya sangat mahal. Memiliki rumah di Perumahan Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara, Ahok setiap tahunnya harus mengeluarkan uang Rp34 juta.
Dalam acara penyampaian surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (SPPT PBB-P2) tahun 2017 kepada wajib pajak, Ahok bahkan membandikan dengan biaya yang dikeluarkan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah saat membayar PBB.
"Saya juga kena bayar PBB mahal sekali, rumah Pak Sekda (Saefullah) lebih besar rumahnya dari saya, tapi bayar pajaknya kecil karena rumahnya di Cilincing," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (3/3/2017).
"Pak Sekda bayar PBB Rp11 juta ya? Rumah saya lebh kecil tapi saya satu rumah bayar Rp34 juta," Ahok menambahkan.
Saat ini Pemerintah Jakarta baru hanya membebaskan PBB untuk tanah dan bangunan dengan nilai jual objek pajaknya (NJOP) di bawah Rp1 miliar. Luas tanah dan bangunan juga harus di bawah 100 meter persegi dengan catatan lokasi tanah dan bangunan tidak berada di dalam area perumahan, cluster atau ruko.
Menurut Ahok, seharunya biaya PBB sudah tidak lagi diberlakukan pada rumah warga. Biaya, kata Ahok, boleh dibebankan pada rumah yang dijadikan tempat usaha.
"Harusnya rumah tempat tinggal nggak pantes dikenain PBB, ini yang kenain Belanda sebenarnya dulu, masa saya tinggal di rumah bayar PBB, bagaimana logikanya?" kata Ahok.
Apabila biaya PBB di Jakarta tidak dibebaskan secara keseluruhan dan cenderung akan naik setiap tahunnya, Ahok mengatakan sangat membebankan warga, khususnya merka yang sudah tidak bekerja.
"Kalau saya pensiun, pajak naik terus, saya mesti jual rumah saya. Ini nggak masuk akal. Kita minta PBB rumah tinggal tidak boleh naik. Tempat usaha naik disesuaikan," kata Ahok.
Baca Juga: Ahok Janji Benahi Jalan Rusak Agar Tak Terjadi Kecelakaan