Cairkan Ketegangan, Presiden Iran dan Turki Bertemu

Yazir Farouk Suara.Com
Kamis, 02 Maret 2017 | 07:26 WIB
Cairkan Ketegangan, Presiden Iran dan Turki Bertemu
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Turki Tayyip Erdogan melakukan pertemuan pada Rabu (1/3/2017). Keduanya sepakat meningkatkan hubungan, termasuk dalam perang melawan terorisme, demikian dilaporkan kantor berita IRNA.

Pertemuan ini bertujuan untuk mencairkan ketegangan kedua negara setelah terlibat perang kata-kata. Kedua negara itu memang mendukung pihak-pihak berbeda dalam konflik di Suriah.

Iran, yang sebagian besar penduduknya merupakan Muslim Syiah, mendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Sebaliknya, Turki, yang berpenduduk mayoritas Muslim Sunni, menyokong kelompok-kelompok oposisi Suriah.

Pekan lalu, Presiden Erdogan dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu melancarkan tudingan terhadap Iran. Mereka menuding Teheran berupaya mengacaukan stabilitas Suriah dan Irak serta mendukung kelompok aliran tertentu. Karena tuduhan itu, Teheran memanggil duta besarnya di Ankara.

Baca Juga: Pidato Trump Depan Kongres Sebabkan Emas Berjangka Turun

Sebagai tanggapan atas tudingan Ankara tersebut, Rouhani mengatakan saat dikutip IRNA pada Rabu, "Iran mendukung keutuhan wilayah negara-negara kawasan ... terutama Irak dan Suriah,"

"Menyelesaikan perbedaan politik (antara Iran dan Turki) dapat membantu stabilitas kawasan," katanya lagi setelah melakukan pembicaraan dengan Erdogan.

Pembicaraan itu berlangsung di sela-sela pertemuan puncak tentang kerja sama ekonomi di ibu kota negara Pakistan, Islamabad.

Persaingan di kawasan antara Iran dan Turki bukan hal baru. Namun, para pengulas politik telah mengaitkan pernyataan-pernyataan Ankara yang lebih keras dengan pendekatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Timur Tengah.

Trump telah bersikap tajam terhadap Iran, termasuk soal kesepakatan nuklir yang dicapainya pada 2015 dengan negara-negara utama.

Baca Juga: Kerusuhan Berakhir, Aula dan Kantin Lapas Jambi Hangus Terbakar

Sementara Turki, sekutu NATO, berharap dapat meningkatkan hubungan dengan Washington setelah kekakuan, yang sebagian dikarenakan kritik AS menyangkut catatan Turki terkait hak asasi manusia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI