Din: Penegakan Kedaulatan Kembali ke "Khittah" Kebangsaan

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Sabtu, 25 Februari 2017 | 14:21 WIB
Din: Penegakan Kedaulatan Kembali ke "Khittah" Kebangsaan
Ketua Dewan Penasehat Majelis Ulama Indonesia 2015-2020 Din Syamsuddin, mendatangi Gedung KPK [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Prof. Din Syamsuddin mengatakan kedaulatan harus selalu ditegakkan, karena menyangkut dengan hak-hak dan martabat bangsa Indonesia.

"Perlu adanya penegakan kedaulatan yang menyangkut hak-hak dan martabat bangsa," katanya dalam seminar Kedaulatan dan Keadilan Sosial dalam Mewujudkan Indonesia Berkemajuan, di Ambon, Sabtu.

Kegiatan itu merupakan bagian dari Tanwir Muhammadiyah Tingkat Nasional Tahun 2017 yang digelar di ibu kota Maluku, 24-26 Februari.

Din, mantan ketua umum pimpinan pusat Muhammadiyah periode 2005 - 2015, mengatakan Indonesia dalam sejarahnya telah tiga kali mengalami penegakan kedaulatan, yang pertama adalah pengukuhan kultural oleh para pemuda di tanah air dalam bentuk Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928.

Baca Juga: Temui Terduga Pembunuh Kim Jong Nam, Ini Permintaan Siti Aisyah

Selanjutnya adalah kedaulatan politik yang dinyatakan dalam proklamasi kemerdekaan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945, dan kedaulatan teritorial oleh Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dengan gagasan batas-batas wilayah kekuasaan Indonesia terdiri dari darat dan laut.

"Ketiganya merupakan proses peneguhan kedaulatan di Indonesia. Jika tidak ada gagasan kedaulatan teritorial, mungkin Indonesia hanya memiliki kekuasaan daratan," katanya.

Indonesia dalam kesukuannya, kata Din, lebih banyak muncul sebagai mikro nasionalisme, karena itu dia menyarakankan untuk adanya penegakan kedaulatan yang keempat, agar kedaulatan kembali ke khittah kebangsaan.

Sebab menurut dia, titah Proklamasi bahwa pemindahan kekuasaan dan lain-lain yang diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, kini berubah menjadi penggadaian dan penyerahan kedaulatan yang diberikan sukarela dan tanpa rasa berdosa.

"Di era globalisasi dewasa ini, ketika semua negara tidak lagi terbatas dan negara lain mengintervensi, sehingga kedaulatan lebih mudah tergoyah. Ini adalah hal yang bahaya, apalagi Indonesia masuk ke dalam berbagai sektor, baik ekonomi, politik, dan juga sosial," ujarnya.

Baca Juga: Ini Lima Kandidat Pengisi 'Kursi Panas' Ranieri di Leicester

Muhammadiyah, kata Din lagi, sebagai organisasi besar harus bisa meluruskan kiblat bangsa, dan mengembalikan orientasi kehidupan nasional dan cita-cita dasarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI