PPP: Status Ahok Tak Perlu Diselesaikan Lewat Hak Angket

Kamis, 23 Februari 2017 | 14:32 WIB
PPP: Status Ahok Tak Perlu Diselesaikan Lewat Hak Angket
Anggota DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani [suara.com/Welly Hidayat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan partainya lebih memilih menyelesaikan masalah status Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Komisi II ketimbang dengan menggunakan jalur hak angket.

"Posisi PPP mengatakan itu tidak perlu diselesaikan dengan hak angket‎," kata Arsul di DPR, Kamis (23/2/2017).

Arsul mengatakan Komisi II yang membidangi masalah pemerintahan harus melibatkan ahli hukum untuk memberikan pandangan atas polemik status Ahok setelah kembali dilantik menjadi gubernur, padahal berstatus terdakwa.

"Kami minta Komisi II itu juga mendalami paling tidak dengan ahli hukum. Ini kan persoalan hukum, yang terdapat perbedaan pandangan. Jadi itu harus didalami betul," kata Arsul.

Hari ini, usulan hak angket terkait status Ahok dibahas dalam sidang paripurna penutupan masa sidang.

Pengusul hak angket yaitu empat fraksi, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Amanat Nasional.

Dorongan agar DPR menggunakan hak angket muncul setelah Kementerian Dalam Negeri melantik Ahok menjadi gubernur lagi setelah menjalani masa cuti kampanye pilkada pada Sabtu (11/2/2017).

Kemarin, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri ‎Tjahjo Kumolo menegaskan keputusannya tetap mengaktifkan Ahok menjadi gubernur Jakarta, meski berstatus terdakwa, bukan dalam kapasitas membela Ahok.

"Saya tidak membela si Ahok, tidak. Tapi saya membela presiden saya, dan saya bertanggungjawab, diberhentikan pun saya siap, saya membela presiden saya, dan kebetulan kasus ini menyangkut si Ahok," kata Tjahjo.

Dia menyontohkan kasus Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang tidak dinonaktifkan, meski berstatus terdakwa kasus pencemaran nama baik. Sebab, Rusli dituntut jaksa dengan hukuman selama delapan bulan penjara. Karena tuntutannya di bawah lima tahun, kepala daerah tidak diberhentikan untuk sementara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI