Tolak Pakai Jilbab, Capres Prancis Batal Bertemu Ulama Lebanon

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 22 Februari 2017 | 07:59 WIB
Tolak Pakai Jilbab, Capres Prancis Batal Bertemu Ulama Lebanon
Marine Le Pen, Calon Presiden Prancis yang juga pemimpin partai sayap kanan bertendensi ne0-fasis Front National. [JOSEPH EID / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perempuan calon Presiden Prancis dan juga pemimpin partai sayap kanan bertendensi neo-fasis Front National, Marine Le Pen, kembali melakukan aksi kontroversial. Ia membatalkan persamuhan dengan seorang ulama Lebanon karena tak mau memakai jilbab.

Pemakaian jilbab merupakan syarat yang diberikan ulama kepada Le Pen, kalau yang bersangkutan benar-benar ingin bertemu dalam sebuah kunjungan kampanyenya.

Insiden itu terjadi ketika Le Pen akan memasuki gerbang masuk kantor Imam Besar Muslim Sunni Lebanon, Sheikh Abdel-Latif Derian, Selasa (21/2/2017). Penjaga gerbang memintanya memakai jilbab kerudung sebagai syarat menemui sang imam.

Alih-alih menerima, seperti dilansir The Washington Post, Le Pen yang dikenal sebagai ”Donald Trump versi wanita” ini justru menolak dan memilih pergi dari tempat tersebut.

Baca Juga: Ayah Pelaku Curiga Huong Diperalat Bunuh Kim Jong Nam

”Tidak terima kasih. Kalian bisa  menyampaikan salam hormatku kepada ulama besar, tapi aku aku tak akan mengenakan jilbab atau kerudung,” tutur Le Pen.

Sebelum kembali memasuki mobilnya, Le Pen sempat mengatakan kepada staf mufti tersebut bahwa pertemuan tersebut seharusnya tidak mensyaratkan apa pun seperti ketika dirinya melakukan tatap muka dengan Imam besar Al Azhar Mesir, Syekh Ahmed el-Tayyib.

Le Pen melakukan kunjungan selama tiga hari pada pekan ini ke Lebanon, untuk memperkuat dukungan internasional terhadap dirinya saat pemilihan presiden nanti. Lebanon merupakan bekas negara protektorat Prancis.

Kunjungannya itu juga mendapat protes dari organisasi-organisasi beraliran kiri di Lebanon. Sejumlah demonstrasi yang menentang kunjungan tersebut menggambarkan Le Pen—bersama Presiden Rusia Vladimir Putin serta Presiden AS Donald Trump—sebagai pemimpin neo-fasis.

Sama seperti Donald Trump, putri pendiri Front National Jean Marie Le Pen menjadi kandidat Presiden Prancis dengan sejumlah program kontroversial. Ia menjanjikan Prancis lebih ketat dalam peraturan imigran, terutama dari kawasan Timur Tengah.

Baca Juga: Kengo Kuma Ciptakan Tren Baru di Orange County Lippo Cikarang

Selain itu, Le Pen bersumpah menggelar referendum untuk menentukan keluar atau tidaknya Prancis dari Uni Eropa yang dianggap sebagai penjajahan. Ia juga berkampanye Prancis di bawah kepemimpinannya tak lagi memakai mata uang Euro, keluar dari pakta pertahanan NATO yang ada dalam hegemoni Amerika Serikat. Le Pen meyakini semua program tersebut mampu mengembalikan kejayaan Prancis di masa lampau.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI