Divonis 4,5 Tahun, Irman Gusman Pikir-pikir Dulu

Siswanto Suara.Com
Senin, 20 Februari 2017 | 12:49 WIB
Divonis 4,5 Tahun, Irman Gusman Pikir-pikir Dulu
Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman menjalani sidang perdana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa, (8/11). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Kemudian ditambah pencabutan hak politik karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Irman Gusman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Irman Gusman selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamolango dalam sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dikutip dari Antara, Senin (20/2/2017).

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut agar Irman divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Irman Gusman selesai menjalani pidana pokoknya.

Majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango, Jhon Halasan Butarbutar, Franky Tambuwun, Ansyori Syaifuddin, dan Muhammad Idris Muhammad Amin juga setuju untuk mencabut hak politik Irman berdasarkan dakwaan alternatif pertama dari pasal 12 huruf b nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menetapkan mencabut hak terdakwa Irman Gusman untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun terhitung terdakwa Irman Gusman selesai menjalani pidana pokok," tambah Nawawi.

Pertimbangannya majelis adalah pencabutan hak politik itu sesuai dengan pasal 18 ayat 1 huruf d UU No 31 tahun 1999 sebagaimana dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi Selain pidana tambahan dimaksud dalam KUHP sebagai pidana tambahan adalah pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

"Tujuan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih adalah untuk melindungi publik atau masyarakat dari kemungkinan terpilihnya kembali seseorang yang menduduki jabatan publik seperti anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD maupun pejabat publik lainnya karena anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD merupakan perwakilan masyarakat yang menampung aspirasinya maka anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak selayaknya berperilaku koruptif,"kata hakim Nawawi.

Perbuatan penerimaan suap Rp100 juta itu diawali saat pemilik CV Semesta Berjaya, seorang pengusaha dari Sumbar yang merupakan rekan Irman, Memi bertemu dengan Irman pada 21 Juli 2016 di rumah Irman dan menyampaikan telah mengajukan permohonan pembelian gula impor ke Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar sebanyak 3.000 ton untuk mendapatkan pasokan gula.

Tapi permohonan pembelian itu lama tidak direspon Perum Bulog sehingga Memi meminta Irman untuk mengupayakan permohonan CV Semesta Berjaya itu.

Irman bersedia membantu dengan meminta "fee" Rp300 per kg atas gula impor Perum Bulog yang akan diperoleh CV Semesta Berjaya dan akhirnya disepakati oleh Memi. selanjutnya Memi melaporkan kepada suaminya, Xaveriandy Sutanto.

Irman kemudian menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti agar menyuplai gula impor ke Sumbar melalui Divisi Regional Sumatera Barat karena selama ini disuplai melalui Jakarta yang mengakibatkan harga menjadi mahal. Irman pun merekomendasikan Memi sebagai teman lamanya yang memiliki CV. Semesta Berjaya sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk menyalurkan gula impor tersebut.

Djarot pada 22 Juli 2016 lalu menghubungi Kepala Perum Bulog Divre Sumbar Benhur Ngkaimi dan menyampaikan titipan pesan dari Irman agar Memi diberikan alokasi gula impor. Atas arahan tersebut Benhur Ngkaimi menyatakan siap melaksanakannya.

Semesta Berjaya akhirnya mendapat distribusi gula impor Perum Bulog secara bertahap mulai 12 Agustus 2016 sampai 10 September 2016 sebesar 1.000 ton gula dan disalurkan Xaveriandy dan Memi ke beberapa lokasi yang di luar peruntukannya selain di Padang yaitu ke Medan dan Pekanbaru.

Memi bersama Xaveriandy pada 16 September 2016 mengantarkan uang Rp100 juta sebagai uang terima kasih ke rumah Irman di Jalan Denpasar C3 No 8 Kuningan Jakarta dan tidak lama setelahnya, ketiga orang itu diamankan petugas KPK.

"Majelis berkesimpulan Irman Gusman selaku ketua DPD menerima hadiah uang sebesar Rp100 juta yang diserahkan pada 16 September di rumah terdakwa Irman Gusman sehingga unsur menerima hadiah terpenuhi," kata angota majelis hakim Idris M. Amin.

Selanjutnya mengenai unsur menerima hadiah karena untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban Irman juga terpenuhi.

"Irman selaku Ketua DPD yang pekerjaannya antara lain menampung aspirasi masyarakat terkait sumber daya alam, perencanaan, pelaksanaan UU, terbukti mempengaruhi Dirut Perum Bulog agar CV Semesta Berjaya mendapat gula impor untuk disalurkan ke Sumatera Barat dan menerima Rp100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan Memi, sehingga perbuatan terdakwa nyata bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku anggota dan Ketua DPD RI," tambah hakim Idris.

Atas putusan itu, Irman menyatakan pikir-pikir.

"Jadi saya mengucapkan terima kasih atas putusan yang mulia, saat ini kami mohon waktu untuk pikir-pikir untuk memberikan kesempatan kepada kami, mudah-mudahanan kami bisa memutuskan lebih baik," kata Irman.

Sedangkan jaksa penuntut umum KPK juga menyatakan pikir-pikir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI