Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar karena melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
"Memutuskan hakim terduga Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran berat. Menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat terhadap hakim tidak terduga sebagai hakim konstitusi," kata ketua MKMK Sukma Violetta dalam sidang MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Sidang itu dihadiri oleh lima orang anggota MKMK yaitu Sukma Violetta, Achmad Sodikin, Anwar Usman, Bagir Manan dan As'ad Said Ali. Pelanggaran berat tersebut adalah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama).
"Perbuatan hakim terduga Patrialis Akbar telah meruntuhkan wibawa MK dan beberapa kali hakim terduga diperiksa oleh Dewan Etik, maka Majelis Kehormatan berkesimpulan hakim terduga secara sah dan meyakinkan pelanggaran berat terhadp kode etik MK dan seusuai pasal 23 huruf H UU MK maka hakim terduga diberhentikan dengan tidak hormat bila melangar kode etik dan pedoman perilaku hakim konsitusi," ungkap Anwar Usman yang merupakan anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi.
Baca Juga: Di Depan Anies, Alex: yang Datang ke Sini, Jadi Orang Semua
Setelah putusan, MKMK akan bertemu dengan Ketua MK Arief Hidayat untuk menyampaikan laporan.
"Kami berharap kasus semcam ini tidak lagi terjadi di MK. Biarlah kasus ini jadi yang terakhir. Kita doakan MK jadi lebih baik lagi dengan bercermin dari kasus ini agar lebih amanah, profesional dan hati-hati dalam berperilaku. Integrias harus inheren karena bagaimanapun bangsa ini menaruh harapan besar di pundak 9 hakim konsitutusi," ujar Violetta.
Dia juga meminta agar seluruh elemen bangsa Indonesia menjaga marwah dan wibawa jabatan hakim konstitusi sehingga MK tetap menjadi peradilan konsitusi yang adil, bersih dan terpercaya.
Dalam perkara ini, Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,1 miliar dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman.
Tujuan pemberian uang adalah untuk mempengaruhi putusan dalam uji materi Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Baca Juga: Polri Minta Laporkan Situs KPU Diretas
"Draft" putusan itu ditemukan di tangan orang dekat Patrialis, Kamaludin, yang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di lapangan golf Rawamangun pada 25 Januari 2017, padahal "draft" itu adalah rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan ke pihak luar. [Antara]