Suara.com - Konsultan politik pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Eep Saefullah Fatah, mengungkap faktor penyebab pasangan nomor urut tiga meraup suara lebih dari 35 persen atau hampir menyamai pasangan petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat di pilkada putaran pertama, Rabu (15/2/2017).
"Jadi Demokrat solid dengan nomor satu, PDIP solid ke nomor dua. Sisanya partai lain, itu kurang. Misal PPP, 47 persen ke sini (ke Anies-Sandi)," kata Eep di DPP Partai Gerindra, Jalan R. M. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2017).
Pilkada Jakarta diikuti tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur. Pertama, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni yang diusung Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN. Kedua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang mendapat dukungan dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Hanura dan Partai Nasdem. Ketiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.
Dari ketiga pasangan kandidat, hanya pasangan nomor dua dan tiga yang lolos ke putaran kedua.
Namun, kata Eep, jika dilihat berdasarkan karakter pemilih, hampir 71,2 persen warga Jakarta menentukan pilihan politik berdasarkan keputusan sendiri. Itu sebabnya, kata dia, kalaupun dukungan partai bertambah, belum tentu suara pemilih meningkat secara signifikan.
"Di Jakarta, 71,2 persen pemilih Jakarta mengatakan mereka mendengar dirinya sendiri untuk menentukan pilihan. 11 persen keluarga. Kalau dijumlah itu sudah 82,2 persen," ujar Eep.
Menurut Direktur Eksekutif Polmark Indonesia itu pada dasarnya, di Jakarta, strategi mobilisasi pemilih tidak berjalan baik karena warga memilih atas pertimbangan sendiri, bukan pengaruh dari luar.
"Partai itu penting untuk menggerakkan, mengorganisir yang tidak bisa dilakukan pihak lain. Misalnya mengorganisir saksi. Saksi ini bukan hanya dibutuhkan orang-perorang. Tapi yang setia pada satu disiplin tertentu," tutur Eep.