Suara.com - Ketua Ombudsman Republik Indonesia Amzulian Rivai mengatakan perlu ketegasan dari pemerintah untuk menyikapi polemik pemberhentian sementara terhadap Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena berstatus terdakwa perkara dugaan penodaan agama.
"Tentu ada ketegasanlah dari pemerintah terkait dengan status itu. Artinya kalau pemerintah firm dengan kebijakan yang dilakukan, tentu kami menganggap itu atas dasar-dasar yang jelas dan kami berharap itu juga diantisipasi. Jangan sampai nanti mengganggu," kata Amzulian Rivai di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2017).
Amzulian menyarankan pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri jangan hanya melihat perdebatan tersebut hanya dari satu aspek.
"Kan ada nih berpotensi memecah belah bangsa, kenapa bagian pro nonaktif tidak mengarah ke situ. Tapi sekali lagi, ini kan suatu perdebatan, yang tentu saya yakin mendagri juga secara bijaksana, akan melihat, akan memperhatikan masukan-masukan, aspek-aspek lain, tidak hanya aspek yuridis," katanya.
Amzulian mengatakan untuk memutuskan apakah Ahok diberhentikan sementara atau tidak jika hanya dilihat dari aspek ancaman pidana, maka sudah pasti tidak akan memenuhi kualifikasi Pasal 83 Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014.
"Kalau kami, saya pribadi berpendapat, kalau kualifikasi ancaman tindak pidananya yang dibicarakan tentu kita tidak perlu berdebat lagi soal lima tahunnya. Kan hukum ini tinggal kemana kita arahkan," kata Amzulian.
Setelah cuti untuk mengikuti kampanye selama empat bulan, Ahok kembali menjabat gubernur sejak Sabtu (11/2/2017). Setelah serah terima jabatan dari pelaksana tugas gubernur Sumarsono, pro kontra mengenai posisinya langsung kencang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak langsung memenuhi tuntutan agar Ahok diberhentikan untuk sementara. Dia mengacu pada aturan yang berlaku yaitu Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pasal itu disebutkan seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.
Itu sebabnya, Tjahjo sampai sekarang masih menunggu tuntutan jaksa. Apabila tuntutan yang dikenakan kepada Ahok nanti Pasal 156 a yang hukumannya di atas lima tahun penjara, maka Kemendagri baru dapat merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo untuk menyetujui pemberhentian sementara terhadap Ahok.
Tjahjo juga akan mempertimbangkan fatwa Mahkamah Agung dalam menyikapi polemik pemberhentian sementara terhadap Ahok, walaupun fatwa tersebut bersifat tidak mengikat.