Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menemui Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait putusan tidak menonaktifkan gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tjahjo menegaskan tidak merasa salah dengan keputusannya itu.
Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 156 KUHP tentang penodaan Agama. Adapun ancamannya paling lama lima Tahun. Sementara, Pasal 83 ayat (1) Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014 sesorang Kepala daerah langsung diberhentikan jika didakwa paling kecil 5 tahun.
"Lihat saja nanti. Saya masih berpegang apa yang saya putuskan sesuai UU Pemda dan dakwaan. Itu mengangap benar," katanya di Gedung Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2017).
Meski begitu, saat ini dirinya sudah meminta fatwa dari Mahkamah Agung tentang status Ahok yang saat ini sudah aktif kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Karenanya, dia mengatakan, apa yang dilakukannya belum final. Dia juga menegaskan, bahwa kasus yang menjerat Ahok belum dituntut apa lagi diputuskan.
Baca Juga: Putaran Kedua Ahok vs Anies, PKB Merapat ke Mana?
"Ini belum diputuskan loh, apakah diberhentikan sementara atu tidak. Saya hanya menunggu tuntutan yang final berapa. Menunggu fatwa MA juga," katanya.
Kader PDI yang sudah duduk dalam Kabinet Kerja Jokowi tersebut pun mengatakan bahwa apa yang dilakukannya berdasarkan pengalaman yang telah diterapkannya pada pihak lain. Kata dia, saat itu dirinya tidak memberhentikan seorang kepala daerah di Propinsi Gorontalo, karena hanya dituntut 4 tahun penjara.
"Saya harus adil. Itu di Gorontalo menang Pilkada," katanya.
Mengenai fatwa MA, dia mengaku tidak punya hak untuk memaksanya.
"Saya tidak berhak memaksa MA. MA sendiri mengatakan itu urusan Kemendagri. Fatwa kan tidak mungkin diobral. Itu kata beliau di media. Saya tidak berhak mengomentari," kata Tjahjo.
Baca Juga: Mendagri Enggan Tanggapi Usul Hak Angket "Ahok Gate"