Namun, keputusannya itu justru menjadi lembaran pilu kehidupannya. Joanna yang dielu-elukan rakyat Irak dan Suriah sebagai pahlawan, justru ditangkap aparat intelejen negaranya sendiri karena dianggap berbahaya.
Joana ditangkap badan intelejen Denmark, P.E.T, 7 Desember 2016. Kekinian ia berada dalam penjara dan diancam penjara 2 tahun.
"Ketika aku pulang, aku berpikir sudah bersumbangsih melindungi warga Eropa dari ancaman ISIS. Tapi ternyata, aku sendiri dianggap sebagai teroris. Apakah pemerintah Denmark menakuti pemikiran politik dan keahlianku menembak?" sindir Joanna.
Namun, karena desakan masyarakat, pemerintah Denmark akhirnya membebaskan Joana sebelum Natal 2016, tepatnya tanggal 23 Desember tahun lalu.
Baca Juga: PDIP: Contohlah Mesir yang Tak Lagi Berpolitik Menjual Agama
Tapi, itu bukan berarti Joanna bisa melanjutkan kehidupannya sebagai mahasiswi dan brelaku seperti para wanita sebayanya. Sebab, kekinian, ISIS kembali mengincarnya.
ISIS tampaknya emosi karena tidak bisa menangkap Joanna ketika masih di medan tempur. Kini, ISIS dikabarkan kembali memasang hadiah Rp 13 miliar bagi siapa pun anggota atau simpatisannya di luar negeri yang bisa memenggal kepala sang "Dewi Kematian".
"Saya tak takut. Saya siap mati kapan saja. Sebab, bagi saya, kehilangan kemerdekaan dalam kehidupan lebih menakutkan daripada kematian," tandasnya.
Baca Juga: Geger Ahok, Jokowi Minta Pandangan MA, Muhammadiyah Tunggu Fatwa