Suara.com - Kementerian Politik Hukum dan Keamanan bersama perwakilan dari komponen sistem peradilan pidana dan instansi pemerintah menandatangani kerjasama Pedoman Kerja Pelaksanaan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT TI) di semua Lembaga Penegak Hukum Tahun.
Selain itu juga meluncurkan Proses Pertukaran Data dengan Aplikasi Manajemen Integrasi dan Pertukaran data Sistem Peradilan atau Aplikasi Mantra.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan, salah satu tindakan yang perlu dilakukan dalam mewujudkan SPPT TI yaitu mendorong pelaksanaan sistem teknologi informasi dengan tujuan menciptakan integrasi data instansi penegak hukum. Hal ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang mengamanatkan kepada Menko Polhukam untuk melakukan percepatan pengembangan sistem database penanganan perkara secara terpadu antar instansi penegak hukum.
"Kami juga akan menyaksikan secara bersama-sama proses pertukaran data sistem peradilan yakni data dari Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan dan Kemenkumham dalama hal ini Ditjen Pemasyarakatan. Sesuai rencana, sistem ini akan diterapkan di lima wilayah pilot project, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan," kata Wiranto dalam acara Penandatanganan Pedoman Kerja Pelaksanaan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT TI) di Gedung Nakula Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Baca Juga: BEM Malang Raya: Kasus Patrialis Akbar Ganggu Penegak Hukum
Wiranto berharap ke depan perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi di lima wilayah pilot project untuk memberikan pemahaman yang sama atas pengembangan SPPT berbasis teknologi informasi ini.
"Ini merupakan kemajuan pada sistem pelayanan kita dan sesuai dengan instruksi Presiden dalam reformasi di bidang hukum dimana pelayanan publik untuk masyarakat perlu ditingkatkan," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menuturkan bahwa hal tersebut akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dia mencontohkan, di Papua ada 32 Polres, tetapi Kejaksaannya ada 10. Misalnya di Wamena, Kejaksaan yang ada di daerah tersebut harus melayani delapan Polres yang letaknya berjauhan.
"Dengan adanya sistem ini, surat perintah dimulainya penyidikan atau SPDP oleh penyidik harus disampaikan kepada Jaksa. Bayangkan dia harus terbang dari Puncak Jaya hanya untuk menyampaikan SPDP ke Wamena dan itu biayanya bisa sampai puluhan juta, tetapi dengan online ini tidak perlu ada lagi biaya seperti itu karena sudah langsung ter-input di Kejaksaan Wamena, otomatis dengan adanya online ini semua bisa jadi lebih instan," kata Tito.
Selain itu, lanjut dia, aplikasi ini akan bisa memotong jalur masyarakat untuk datang ke kantor polisi bertemu penyidik. Masyarakat bisa mengetahui kasus yang pernah dilaporkannya sudah sampai mana kemajuannya, tanpa harus mencari tahu dari polisinya, dan tanpa harus jauh-jauh datang ke kantor polisi.
Baca Juga: Buntut Fatwa MUI, Kapolri Ingatkan Ormas Bukan Penegak Hukum
"Mudah-mudahan bisa dikembangkan lagi karena ini baru antara Polisi dan Jaksa yaitu SPDP online. Polisi juga punya hubungan dengan Pengadilan yaitu permintaan ijin penggeledahan dan penyitaan yang selama ini penyidiknya harus datang ke kantor pengadilan, dengan adanya sistem ini maka Polri bisa langsung mengakses ke Pengadilan untuk bisa dapatkan ijin penggeledahan atau penyitaan tanpa perlu datang ke pengadilan," tutur dia.
Acara tersebut dihadiri Jaksa Agung M. Prasetyo, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, perwakilan Makhamah Agung, perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, perwakilan Kemenkominfo, perwakilan Bappenas, perwakilan Lembaga Sandi Negara, perwakilan Kantor Staf Presiden, perwakilan Kementerian PANRB, dan anggota Tim Kelompok Kerja Pengembangan SPPT IT Kementerian/Lembaga.