Ahok Jadi DKI 1 Lagi, PKS Anggap Cederai Pilkada

Minggu, 12 Februari 2017 | 16:28 WIB
Ahok Jadi DKI 1 Lagi, PKS Anggap Cederai Pilkada
Acara serah terima jabatan Gubernur DKI di Balai Kota Jakarta, Sabtu (11/2).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Fraksi PKS di DPR Sutriono menyebut pelantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta berpotensi menimbulkan masalah baru bagi kondusivitas di masa tenang ini pascakampanye. 

Menurutnya, hal ini mencederai proses Pemilihan Kepala Daerah yang sedang berjalan. Apalagi, Ahok adalah calon petahana yang sedang berperkara hukum terkait kasus penodaan agama.

"Ini kan sudah habis masa kampanye kemudian masuk ke minggu tenang, ya potensi yang terjadi di minggu tenang ini, harusnya dalam konteks Pilkada, harus menjadikan suasana kondusif," kata Sutriono dihubungi suara.com, Jakarta, Minggu (12/2/2017).



Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat ini juga menyayangkan sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang tidak tegas. Sebab, dalam undang-undang nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah disebutkan gubernur yang berstatus terdakwa yang diancam pidana penjara lima tahun harus dilakukan pemberhentian sementara sampai kasus hukumnya bersifat tetap.

"Ini yang justru menimbulkan hal yang mencederai proses Pilkada ini. Kalau saya menyayangkan Mendagri, harusnya dia menghormati konstitusi, harusnya Mendagri pada Desember lalu sudah menyatakan nanti penonaktifan itu setelah cuti (tapi ini tidak dinonaktifkan)," kata Anggota Pansus Penyelenggaraan Pemilu ini.

Baca Juga: FPI Bantah Lakukan Pelanggaran soal Pembaiatan di Istiqlal

Kolega Sutriono, ‎Almuzzammil Yusuf pun menyayangkan Presiden tidak mengeluarkan pemberhentian Ahok. Sesuai dengan UU Pemda, kata dia, Presiden berkewajiban mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian sementara sampai status hukumnya bersifat tetap bagi gubernur yang berstatus sebagai terdakwa yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.‎

Atas persoalan ini, Almuzzammil menegaskan DPR RI memiliki kewenangan sesuai dengan UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan menggunakan hak angket DPR. Muzzammil menerangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Untuk itu, maka fraksi-fraksi di DPR penting menghidupkan hak angket untuk memastikan apakah Pemerintah sudah sejalan dengan amanat undang-undang dan Konstitusi,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini. (bagus)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI