Suara.com - Tim pengacara Front Pembela Islam Habibburokhman menganggap ada provokator dalam aksi kekrasan terhadap wartawan di Masjid Istiqlal, Jalkarta Sabtu (12/2/2017) kemarin. Menurutnya, provokator inilah yang sengaja ingin merusak citra aksi damai yang kebanyakan diikuti oleh massa Front Pembela Islam.
"Pertama harus jelas dulu siapa yang melakukan. Massa sebanyak itu bisa saja ada provokator. Kalau mengacu kepada kegiatan selanjutnya yang jumlah massanya lebih besar kan nggak pernah ada kegiatan seperti yang disebut kemarin. Kita curiga mungkin ada orang yang berniat merusak citra umat yang berdemo masuk ke dalam," kata Habibburokhman usai acara konfrensi pers di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (12/2/2017).
Kendati demikian dia meminta penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini. Apalagi, wartawan yang menjadi korban ini sudah melaporkan kasus ini ke polisi.
"Polisi harus bertindak, kan ada teknologi, ada CCTV. Siapapun yang melakukan segera saja ditangkap," ujar Habibburokhman.
Pascaaksi kekerasan terhadap wartawan itu beredar foto adanya orang yang menggunakan peci putih-hijau dengan tulisan FPI. Menurut Habiburokhman, hal itu belum bisa dipastikan sampai kasus ini diusut tuntas.
"Kita nggak tahu, bagaimana kita memastikan dia anggota (kita) apa bukan. Karena pake peci siapapun bisa pake peci (FPI). Silakan saja diusut yang melakukan, apa motifnya, dan pidana itu kan pertangugnjawabannya personal, perorangan. Jadi silakan usut, nggak ada masalah," tambah Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya.
Di sisi lain, Habibburokhman mengkritisi masalah framing pemberitaan. Framing ini lah yang kadang ditafsirkan orang lain untuk memojokan kelompok tertentu. Sehingga, menurutnya, menjadi wajar ketika ada kelompok yang memprotes framing media tersebut.
"Di sisi lain kita mesti bijak dalam konteks melihat frame sebab akibat persoalan tersebut terjadi. Selama ini kita juga sulit yang namanya framing media itu sulit disentuh. Kita merasakan media itu memojokan keluompok tertentu, cenderung memberitakan tidak adil tapi perangkat hukum nggak bisa menyentuh itu. Itu kembali kepada kebijakan masing-masing pihak," kata dia.
"Jadi hukum memang ada untuk melindungi warga termasuk jurnalis, tapi jurnalis meski bijak dan salah satu prinsip jurnalisme modern adalah independensi. Dia tidak berpihak dalam memberitakan, itu yang mungkin disorot oleh teman-teman. Jadi kita sama-sama proses belajar berdemokrasi, saya pikir baiknya kita saling mengingatkan,"ujar dia.
Untuk diketahui, Reporter Metro TV, Desi Fitriani, beserta kamerawannya melaporkan tindakan penganiayaan kepadanya saat meliput aksi 112 di Masjid Istiqlal ke Polres Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2017).
Laporan itu tertuang dalam surat LP Nomor: 230/K/II/2017 Restro Jakpus. Dalam surat itu dituliskan, terlapor dalam laporan ini adalah massa pengunjuk rasa yang masih dalam penyelidikan. Desi saat itu sedang meliput bersama kamerawan bernama Ucha Fernandez.
Dalam laporannya, Desi mengaku dipukul dengan menggunakan bambu atau kayu pada bagian kepala. Rekan Desi juga mendapat pukulan. Akibat kejadian ini, Desi mengalami luka memar pada bagian kepala dan sakit di sekujur badan.