Ahok Tak Diberhentikan, PKS: DPR Bisa Pakai Hak Angket

Siswanto Suara.Com
Sabtu, 11 Februari 2017 | 12:15 WIB
Ahok Tak Diberhentikan, PKS: DPR Bisa Pakai Hak Angket
Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang Paripurna di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Almuzzammil Yusuf menegaskan DPR dapat menggunakan hak angket jika Presiden Joko WIdodo tidak mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan sebagai gubernur Jakarta karena status Ahok terdakwa. Almuzzammil mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 83 ayat 1, 2, dan 3.

“Setelah menerima kajian dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat, tokoh masyarakat, dan para pakar tentang pengabaian pemberhentian terdakwa BTP dari jabatan gubernur DKI oleh Presiden, maka DPR dapat menggunakan fungsi pengawasannya dengan menggunakan hak angket,” kata Almuzzammil di Jakarta, Sabtu (11/2/2017).

Menurut Almuzzammil berdasarkan Pasal 83 ayat 1, 2, dan 3, Presiden berkewajiban mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian sementara sampai status hukum bersifat tetap bagi gubernur yang berstatus sebagai terdakwa yang diancam pidana penjara lima tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.

“Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi Presiden untuk memberhentikan sementara BTP dari jabatan Gubernur DKI. Pertama, status BTP sudah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kedua, yang bersangkutan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara lima tahun dan empat tahun,” kata Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP PKS.

Almuzzammil menilai Presiden diskriminatif. Presiden harus memperlakukan kebijakan yang sama sesuai peraturan perundang-undangan. Hal itu, kata dia, karena pada kasus mantan gubernur Banten dan mantan gubernur Sumatera Utara yang terkena kasus hukum setelah keluar surat register perkara dari pengadilan, Presiden langsung mengeluarkan surat pemberhentian sementara.

Jika kebijakan ini tidak dilakukan, kata Almuzzammil, maka bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan dapat berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Kasus ini sudah mendapat perhatian publik yang luas. Publik bertanya-tanya kenapa dalam kasus BTP, Presiden menunda-nunda, tidak segera mengeluarkan surat pemberhentian sementara padahal cuti kampanyenya segera berakhir dan masa jabatan PLT gubernur DKI juga segera berakhir,” ujar anggota Fraksi PKS.

Atas persoalan ini, Almuzzammil menegaskan DPR memiliki kewenangan sesuai dengan UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan menggunakan hak angket DPR.

Almuzzammil menerangkan hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Untuk itu, maka fraksi-fraksi di DPR penting menghidupkan hak angket untuk memastikan apakah Pemerintah sudah sejalan dengan amanat undang-undang dan Konstitusi,” kata Almuzzammil.

Berikut ini adalah isi UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat 1, 2, dan 3:

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Hari ini Ahok jadi gubernur lagi

Hari ini, Ahok dan Djarot Syaiful Hidayat akan menjabat gubernur dan wakil gubernur Jakarta lagi setelah empat bulan cuti untuk mengikuti kampanye pilkada Jakarta periode 2017-2022.

Upacara serah terima jabatan dari pelaksana tugas Gubernur Jakarta Sumarsono akan diselenggarakan di Balai Kota Jakarta.

Meski berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama, kata Mendagri Tjahjo Kumolo, Ahok tetap dapat menjabat gubernur, selama belum ada keputusan tetap dari pengadilan.

"Semua gubernur yang ada selama saya mendagri, seperti Gorontalo, dia dituntut (kasus hukum) dibawah lima tahun dan dia tidak ditahan, maka tidak diberhentikan," ujar dia.

"Pejabat yang terdakwa tidak ditahan, dituntut (hukuman) lima tahun, diberhentikan sementara sampai putusan hukum tetap. Kalau dituntut di bawah lima tahun, dia tidak diberhentikan sampai keputusan hukum tetap," ‎Tjahjo menambahkan.

‎Tjahjo mengatakan dalam kasus Ahok, jaksa masih punya dua opsi tuntutan, yang pertama lima tahun dan satu lagi empat tahun.

‎"Saya tunggu tuntutan jaksa yang resmi dulu. Jaksa menuntut kan tidak alternatif A dan B, sudah pasti satu (tuntutan). Dulu Ibu Atut (eks Gubernur Banten) waktu terdakwa, tidak saya berhentikan. Begitu beliau ditahan baru diberhentikan, itu saja," kata dia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI