Suara.com - Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, mempertanyakan program “Rumah untuk Rakyat” yang dikampanyekan pasangan cagub dan cawagub nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pertanyaan tersebut dilontarkan Djarot dalam acara debat kandidat Pilkada DKI Jakarta 2017, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (10/2/2017).
“Untuk Anies-Sandi, kami mau mengingatkan bahwa dalam pilkada, jangan mengobral janji tapi tak bisa direalisasikan. Misalnya, program ‘Rumah untuk Rakyat’, yakni warga bisa membeli rumah tanpa uang muka selama 30 tahun. Saya mau tanya, di mana rumahnya, di mana lokasinya, siapa yang bakal mendapatkan, apa sesuai peraturan Kementerian Perumahan Rakyat?” tanya Djarot.
Namun sayang, ketika Anies menjawab pertanyaan tersebut, sistem pengeras suara yang ia pakai padam. Alhasil, jawaban Anies terhadap pertanyaan Djarot yang menohok tersebut tak terdengar.
Ketika moderator meminta kubu nomor urut dua menanggapi jawaban Anies, barulah sistem pengeras suara acara debat tersebut kembali aktif.
“Sebetulnya, kenapa Pak Djarot bertanya tentang perumahan adalah, kami ingin meningkatkan kualitas hidup warga, salah satunya perumahan. Seandainya bangun rumah susun, itu kira-kira membutuhkan dana Rp 300 juta,” terang Ahok.
“Tanpa uang muka (down payment; DP) saja, setiap warga harus mengeluarkan Rp 833 ribu per bulan selama 30 tahun. Ini menjadi masalah bagi warga yang berpenghasilan Rp 3 juta ke bawah per bulan. Karenanya kami membuat kebijakan warga di rumah susun hanya perlu bayar Rp 5 ribu per hari untuk biaya gotong royong.” terangnya.
Penjelasan Ahok mengenai ketidakmungkinan realisasi program “Rumah untuk Rakyat” tersebut, dibantah oleh Sandiaga Uno.
“Tugas pemimpin itu adalah mencari solusi. Program pembelian rumah tanpa DP itu bisa direalisasikan. Itu seperti yang dilakukan Singapura. Kami akan kombinasikan kebijakan perbankan dengan pinjaman jangka panjang, sehingga DP bisa dibuat rendah,” jawabnya.