Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengapresiasi langkah hukum apapun yang akan ditempuh Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam Munarman untuk melawan penetapan status tersangka di Kepolisian Daerah Bali. Munarman baru saja ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan penghinaan terhadap petugas adat atau pecalang.
"Jadi hak Pak Munarman untuk mengajukan praperadilan ketika dia jadi tersangka. Nggak apa-apa, ini adalah negara hukum. Dan dimungkinkan diambil oleh masing-masing pihak yang merasa dirugikan untuk memilih hal yang menguntungkan bagi dirinya selama ini dalam koridor hukum," kata Boy di Polda Metro Jaya, Jumat (10/2/2017).
Polri, kata Munarman, siap menghadapi perlawanan hukum siapapun yang ditetapkan menjadi tersangka.
"Polri menyambut baik apa yang dilakukan Pak Munarman. Kita ikuti proses praperadilan. Jadi proses praperadilan itu bisa simultan dengan proses (penyidikan) yang (sudah) berjalan," kata dia. "Jadi apapun dalam koridor hukum, upaya yang dilakukan oleh mereka yang jadi tersangka, terdakwa itu adalah harus diberikan kesempatan."
Sebelumnya, anggota advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Kapitra Ampera mengatakan Munarman akan menempuh praperadilan. Murnaman akan dibela 100 pengacara.
"(Ada)100 pengacara untuk (membela Munarman terkait penetapan status tersangka dalam) kasus ini," kata Kapitra, Kamis (9/2/2017).
Munarman mempersoalkan proses penetapan status tersangka itu.
"Bahwa penetapan tersangka prematur, belum memenuhi undang undang dimana untuk menetapkan tersangka memenuhi alat bukti yang valid dan itu belum terpenuhi," katanya.
"Itu menurut persepsi kita. Untuk itu ada dua persepsi yaitu persepsi polisi dan Munarman beserta pengacara. Untuk itu kita adu di praperadilan persepsi siapa yang benar," Kapitra menambahkan.
Polda Bali menetapkan Munarman menjadi tersangka kasus dugaan penyebaran fitnah dan penghinaan terhadap pecalang pada Selasa (7/2/2017) lalu. Dia dijerat Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 a Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman pidana di atas 5 tahun penjara.
Kasus ini bermula dari beredarnya video di Youtube yang diunggah Markaz Syariah dengan judul 'FPI Datangi & Tegur Kompas Terkait Framing Berita Anti Syariat.' Video tersebut kemudian menjadi bukti laporan.
Dalam video itu, Munarman diduga menyatakan rumah warga dilempari batu dan pecalang melarang muslim salat Jumat.
"Jadi hak Pak Munarman untuk mengajukan praperadilan ketika dia jadi tersangka. Nggak apa-apa, ini adalah negara hukum. Dan dimungkinkan diambil oleh masing-masing pihak yang merasa dirugikan untuk memilih hal yang menguntungkan bagi dirinya selama ini dalam koridor hukum," kata Boy di Polda Metro Jaya, Jumat (10/2/2017).
Polri, kata Munarman, siap menghadapi perlawanan hukum siapapun yang ditetapkan menjadi tersangka.
"Polri menyambut baik apa yang dilakukan Pak Munarman. Kita ikuti proses praperadilan. Jadi proses praperadilan itu bisa simultan dengan proses (penyidikan) yang (sudah) berjalan," kata dia. "Jadi apapun dalam koridor hukum, upaya yang dilakukan oleh mereka yang jadi tersangka, terdakwa itu adalah harus diberikan kesempatan."
Sebelumnya, anggota advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Kapitra Ampera mengatakan Munarman akan menempuh praperadilan. Murnaman akan dibela 100 pengacara.
"(Ada)100 pengacara untuk (membela Munarman terkait penetapan status tersangka dalam) kasus ini," kata Kapitra, Kamis (9/2/2017).
Munarman mempersoalkan proses penetapan status tersangka itu.
"Bahwa penetapan tersangka prematur, belum memenuhi undang undang dimana untuk menetapkan tersangka memenuhi alat bukti yang valid dan itu belum terpenuhi," katanya.
"Itu menurut persepsi kita. Untuk itu ada dua persepsi yaitu persepsi polisi dan Munarman beserta pengacara. Untuk itu kita adu di praperadilan persepsi siapa yang benar," Kapitra menambahkan.
Polda Bali menetapkan Munarman menjadi tersangka kasus dugaan penyebaran fitnah dan penghinaan terhadap pecalang pada Selasa (7/2/2017) lalu. Dia dijerat Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 a Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman pidana di atas 5 tahun penjara.
Kasus ini bermula dari beredarnya video di Youtube yang diunggah Markaz Syariah dengan judul 'FPI Datangi & Tegur Kompas Terkait Framing Berita Anti Syariat.' Video tersebut kemudian menjadi bukti laporan.
Dalam video itu, Munarman diduga menyatakan rumah warga dilempari batu dan pecalang melarang muslim salat Jumat.