Lembaga Bantuan Hukum (PBH) Pers menyikapi Dewan Pers yang akan melakukan verifikasi dan barcoding terhadap media yang ada di Indonesia. Tercatat sebelumnya hanya ada 74 media yang bakal diverifikasi oleh Dewan Pers.
Verifikasi dan barcode muncul sebagai upaya Dewan Pers untuk memerangi berita hoax yang belakangan ramai beredar. Namun, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Jaringan LBH Pers Asep Komarudin menyebutkan sistem itu justru akan menjadi momok menakutkan bagi insan pers.
Asep menilai verifikasi tersebut hanya diperuntukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan, media berbasis komunitas, alternatif, dan pers mahasiswa bakal kesulitan mendapatkan hal itu.
Baca Juga: Dewan Pers Pastikan Berita Verifikasi Media Massa adalah Hoax
"Ini seperti zaman dulu ketika media yang tak memiliki SIUP tak boleh terbit. Ini menjadi momok menakutkan zaman dahulu," kata Asep di Kantor LBH Pers, Kalibata, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Tidak hanya itu, Dewan Pers akan memverifikasi media yang berbentuk Perseroan atau PT. Tidak hanya itu, perusahaan tersebut juga harus memiliki modal paling sedikit Rp50 juta. Ini menjadi kesulitan tersendiri bagi media komunitas atau alternatif terutama yang berada di daerah.
Hal ini juga bisa berdampak kepada narasumber di lapangan. Nantinya, perusahaan media yang belum terverifikasi bakal kesulitan ketika harus mencari informasi dari instansi pemerintahan ataupun narasumber lainnya.
"Yang kita khawatirkan itu tanggapan masyarakat, narasumber, dan aparat. Bisa jadi mereka berpikir media yang tak terverifikasi tidak dilindungi oleh undang-undang pers," tambahnya.
Hal ini bisa membuat keraguan dari narasumber untuk menerima perusahaan media yang belum terverifikasi. Padahal, media itu sudah menjalankan Kode Etik Jurnalistik dengan benar.
"Nanti takutnya media yang belum terverifikasi tidak ditanggapi," ujarnya.
Pengumuman verifikasi terhadap 74 media dilakukan di Ambon saat ulang tahun Persatuan Wartawan Seluruh Indonesia (PWI), Kamis (9/2/2017). Pada acara tersebut juga dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo.