Suara.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, mengakui tidak senang terhadap rencana aksi massa kelompok tertentu, yang bakal digelar Sabtu (11/2/2017).
Menurutnya, aksi tersebut tak ubahnya kampanye mendukung salah satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dan menolak pasangan calon (paslon) lain.
"Saya harapkan jangan lagi ada demonstrasi massa menjelang pilkada. Aksi massa itu bisa ditafsirkan sebagai kampanye pro atau kontra. Itu sama saja dengan menganjurkan orang untuk memilih dan sama-sama menganjurkan untuk tidak memilih paslon tertentu. Itu sama dengan kampanye," katanya di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/2/2017).
Dia menegaskan, kampanye terselubung melalui aksi demonstrasi massa tersebut harus dilarang. Sebab, nanti fasilitas yang akan digunakan adalah milik pemerintah.
Baca Juga: Terpotret Menoleh saat Menyalami Warga, Annisa Pohan Dikritik
"Maka, menurut aturan itu tidak boleh kampanye di rumah ibadah, pada fasilitas pendidikan, dan fasilitas pemerintah. Karenanya, di mana saja ada mesjid, gereja, pura, jangan dipakai kampanye," tegasnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI itu meminta organisasi masyarakat yang akan menggelar aksi tersebut untuk tidak mengganggap diri lebih pintar daripada warga Jakarta.
"Semua sudah tahu siapa dan bagaimana cara memilih. Tidak usah sekelompok orang merasa calon pemilih itu bodoh semua, sehingga perlu diyakinkan. Itu tidak perlu,” tandasnya.
Ketika berita ini diunggah, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan sudah mengungkapkan Front Pembela Islam dan sejumlah organisasi kemasyarakatan sepakat untuk tidak aksi long march ke Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada Sabtu (11/2/2016) atau di hari terakhir masa kampanye pilkada Jakarta.
Baca Juga: Usai Didemo, SBY Minta Mahasiswa Hati-hati Brainwash Politik