PMI dan Komisi IX DPR Ingin Cepat Selesaikan RUU Kepalangmerahan

Rabu, 08 Februari 2017 | 19:24 WIB
PMI dan Komisi IX DPR Ingin Cepat Selesaikan RUU Kepalangmerahan
Ketua PMI Jusuf Kalla bersama Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf. [Suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Komisi IX DPR RI dan Palang Merah Indonesia (PMI) melakukan rapat dengar pendapat ‎umum membahas rancangan undang-undang kepalangmerahan. Hasil rapat mengharapkan RUU ini bisa segera selesai karena sudah dirancangkan sejak tahun 2005.

‎"Ahamdulillah, mudah-mudahan cepat selesai. Sebenarnya semua sudah satu paham tinggal proses," kata Ketua PMI Jusuf Kalla, usai rapat, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan RUU ini harus segera selesai supaya PMI bisa memiliki landasan hukum dalam bekerja.



"‎Untuk sementara payung hukum yang terakhir adalah Keppres tahun 1963. Dan memang harus ada undang-undang yang menurut saya, dari hasil rapat ini mayoritas mendukung RUU tersebut disahkan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan dibentuk Panitia Kerja," katanya.

Baca Juga: Rhoma Irama RDP di DPR

Dia menambahkan, dari hasil Konvensi Genewa ‎yang diikuti 169 negara, hanya dua negara yang belum memiliki undang-undang kepalangmerahan. Salah satunya adalah Indonesia.

"Padahal di Indonesia dalam lingkaran bencana alamnya tinggi dan PMI selalu jadi ujung tombaknya," kata Politikus Partai Demokrat ini.‎

Dede menerangkan, RUU ini dulunya dibahas di Komisi III DPR karena berkaitan dengan tugas tentara dalam melaksanakan kemanusian. Setelah itu, RUU ini ditarik ke Badan Legislasi dan kini menjadi Pansus.

Untuk saat ini, Pemerintah menariknya dan menjadikan inisiatif pemerintah serta menyerahkan kepada Komisi IX yang mengurusi masalah kesehatan. Dede menerangkan, PMI ini sejalan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang mengatur stok darah, dan sebagainya.

"‎Dan, sekarang di Komisi IX, tinggal bentuk Panja. Nggak masalah," tutur Dede.

Dalam pembahasan RUU ini, Dede mengatakan, a‎da dua isu utama yang muncul, yakni pembentukan organisasi kerjasama kemanusiaan antara Indonesia dengan negara-negara internasional, serta lambang PMI.

"‎Nah ini jadi perdebatan panjang antara lain soal penamaan, dan lambang yang dipakai karena hanya boleh satu jenis lambang apakah itu palang merah, bulan sabit merah atau perisai merah. Jadi kita belum bisa tercapai kesepakatan mau gunakan yang mana‎," kata Dede.

Mengenai lambang ini, Jusuf Kalla sempat berkomentar di dalam rapat supaya ‎menggunakan bentuk yang mudah terlihat dari jauh dan memudahkan militer menjalankan misi ke negara lain.

"Kalau pake lambang garuda misalnya hanya kelihatan dari 50 meter. Makanya dipakai lambang sekarang, plus (+) agar bisa dilihat jelas dari jauh," kata JK.

Namun, JK mengakui, logo ‎PMI yang sekarang menuai kontroversi karena dianggap mirip dengan lambang agama tertentu. JK menerangkan, penggunaan lambang PMI yang sekarang tidak ada masalah.‎

"Sejak dulu ada suara-suara bilang lambang itu lambang agama. Kita lihat bedanya. Palang Merah itu simetris, sedangkan salib itu kakinya panjang. Jadi jangan dianggap palang merah ini dianggap lambang agama. Karena kebetulan aja penemunya orang Swiss maka mungkin biar mudah pakai lambang bendera Swiss," ujarnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI