Suara.com - Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais menilai perselisihan antara Panglima TNI dan Menteri Pertahanan baru terjadi di pemerintahan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurut dia permasalahan antara Jenderal Gatot Nurmantyo dan Ryamizard Ryacudu pangkalnya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015.
"Terus terang, selama ini tidak pernah ada masalah. Baru periode Pak Jokowi ini kemudian masalah ini, tadinya laten. Tapi kemudian jadi manifes dengan pertemuan kemarin karena terbuka dan sudah didengarkan oleh publik," kata Hanafi di DPR, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional berharap konflik kewenangan tersebut tidak berkepanjangan dan menjadi titik lemah pertahanan nasional. Konflik kewenangan terjadi terkait pengendalian pengelolaan anggaran Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
"Sebaiknya, ada cara yang lebih soft, tidak diumbar ke publik," kata dia.
Dia menerangkan peraturan menteri dibuat dengan dasar peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari undang-undang.
Dalam konflik kewenangan tersebut, Panglima TNI menganggap Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 tidak dijalankan sesuai dengan semangat UU dan PP.
Semangat Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015, kata Hanafi, adalah kementerian yang mengatur kebijakan, termasuk strategi mengatur alutsista. Sementara TNI hanya sebagai pelaksana.
Sementara, Panglima menganggap berdasarkan UU seharusnya TNI punya kewenangan untuk menentukan alutsista yang dianggap strategis sesuai dengan rencana strategis yang sudah disepakati dengan Kementerian Pertahanan.
"Di sini yang saya kira, disconnect-nya di sini. Itu yang harus diluruskan," kata dia.
Hanafi berharap sebelum membahas lebih lanjut mengenai anggaran tahun 2017, permasalahan tersebut harus selesai dulu. Setelah selesai, diharapkan pertengahan tahun ini sudah ada anggaran baru.
"Saya kira ini harus selesai," kata dia.