Suara.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman mengatakan tidak peduli ide penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan terhadap dugaan penyadapan pembicaraan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua MUI Ma'ruf Amin diterima DPR atau tidak. Baginya, yang terpenting dari isu ini adalah publik menjadi sadar bahwa penyadapan ilegal tidak dibenarkan.
"Kami nggak peduli disetujui apa tidak, kami ingin ingatkan publik ini loh ada yang berbahaya di Republik ini," kata Benny di DPR, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Benny menyebutkan Pasal 28 g Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara mendapatkan jaminan rasa aman, bebas dari ancaman, bebas berkomunikasi, dan bebas berbicara.
Benny mengatakan fraksinya sudah menyiapkan rancangan penggunaan hak angket. Saat ini, akta dia, tinggal menghimpun tandatangan dari 25 anggota DPR dari minimal dua fraksi untuk mengajukannya.
"Bisa dibayangkan tidak begitu sulit, nantinya dikabulkan atau tidak, ada di paripurna," kata dia.
Wakil Ketua Komisi III berharap bergulirnya wacana penggunaan hak angket tidak memunculkan prasangka buruk, apalagi sampai dikaitkan dengan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo.
"Pelaksanaan hak angket ini tidak dimaksudkan menjatuhkan presiden, jangan ada prasangka buruk hak angket. Hak angket tidak selalu berujung pada impeachment walaupun praktik di negara lain itu berujung pada impeachment," kata dia.
Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menganggap belum ada urgensinya menggulirkan hak angket.
"Kalau saya pribadi belum melihat urgensinya," kata Masinton di DPR, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Masinton menambahkan hak angket merupakan hak konstitusional anggota dewan yang teknisnya diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.