Gus Sholah: Persatuan Bangsa Saat Ini Memprihatinkan

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Minggu, 05 Februari 2017 | 23:57 WIB
Gus Sholah:  Persatuan Bangsa Saat Ini Memprihatinkan
Gus Sholah (kiri) memberikan hadiah kepada Hatta Rajasa (suara.com/Bagus Santoso)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH. Salahuddin Wahid menyampaikan rumusan "Pesan Kebangsaan Pesantren Tebuireng" agar damai serta tidak mempertentangkan Islam dan ke-Indonesiaan.

Gus Sholah, sapaan akrab KH. Salahuddin Wahid, mengemukakan kondisi mutakhir persatuan bangsa saat ini memprihatinkan. Terdapat tajamnya kesenjangan antara kehidupan kebanyakan rakyat dan cita-cita kebangsaan para pendiri bangsa.

"Bangsa Indonesia adalah adikarya pendiri bangsa yang amat ideal. Perjalanan 71 tahun belum cukup memadai untuk bisa mewujudkan cita-cita kemerdekaan secara nyata. Kita masih menghadapi banyak masalah mendasar yang harus diselesaikan," katanya saat meresmikan pendirian pusat kajian pemikiran pendiri organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari, di lingkungan pondok, Minggu (5/2/2017).

Gus Sholah mengungkapkan, pembukaan UUD 1945 adalah kesepakatan kokoh para pendiri bangsa yang menjadi dasar bangunan negara sebagai pengejawantahan dan cita-cita bangsa Indonesia.

Baca Juga: Gus Nuril Sebut Ahok Bisa Kualat Kalau Tidak Sowan ke Kiai Ini

Di dalamnya, tercantum tujuan didirikannya negara dan dasar negara Pancasila. Pembukaan itu juga sebuah keniscayaan yang tidak bisa diubah.

Lebih lanjut, Gus Sholah mengatakan ke-Indonesiaan dan ke-Islaman semula dipertentangkan, namun telah dipadukan melalui kementerian agama.

Bahkan, selama hampir 40 tahun setelah kemerdekaan, pertentangan itu masih ada. Dan, proses perpaduan itu mencapai puncak kematangannya pada 1984, saat NU menerima Pancasila.

"Ironisnya, saat ini kita melihat ada gejala yang mempertentangkan lagi (ke-Indonesia dan ke-Islaman)," ujarnya.

Diakui oleh Gus Sholah, salah satu hal yang mendasari lahirnya pesan kebangsaan ini adalah timbulnya masalah politik, terutama karena Pilkada DKI.

Baca Juga: Tragis, Pelajar 14 Tahun Dicabuli Guru Honorer di Pos Satpam

"Ada kesan, yang mendukung Ahok bukan Islam. Sedangkan yang tidak mendukung Ahok bukan Indonesia. Itu dua-duanya keliru," tegasnya.

Selain merespons situasi politik, pesan kebangsaan itu juga menyoroti fenomena ketidakadilan sosial dan ekonomi yang ada di tengah masyarakat. Juga jaminan hak dasar yang harus terus dipenuhi oleh negara secara bertahap.

"Termasuk jaminan kebebasan beragama, perlu diterapkan secara utuh di dalam masyarakat," tandas mantan wakil Ketua Komnas HAM ini.

Pihaknya juga berharap, peran aktif Indonesia yang berdaulat dalam perdamaian dunia sebagai tujuan bernegara perlu ditingkatkan.

Untuk mewujudkan semua itu, ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, antara lain, diredamnya (potensi) konflik dan tumbuhnya rasa saling percaya antarkelompok masyarakat dan penegakan hukum yang menjamin keadilan. Juga, perbaikan akhlak bangsa, khususnya generasi muda dan mencegah merebaknya penyakit sosial.

Acara peresmian pusat kajian itu juga dihadiri sejumlah tokoh, diantaranya mantan Menteri Agama KH Tolchah Hasan, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta Masykuri Abdillah.

Selain itu, juga terdapat wakil Rektor Unhasy Haris Supratno serta wakil pengasuh Pesantren Tebuireng KH. Abdul Hakim Mahfudz. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI