Suara.com - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrnas) Cianjur, Jabar, mencatat 60 persen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cianjur, hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, sehingga kurang mampu menyerap ilmu saat pelatihan tentang tata cara bekerja dan berbahasa.
Kepala Seksi Perlindunan Tenaga Kerja Luar Negeri Disnakertrans Cianjur, Ahmad Ubaidillah di Cianjur, Minggu, mengatakan TKI asal Cianjur saat ini berjumlah 1964 orang, dimana 1163 orang diantaranya hanya mengenyam pendidikan hingga SD, sisanya sebanyak 558 orang mengenyam SMP dan sebanyak 228 orang mengeyam SMA , Diploma lima orang dan sarjana lima orang.
"Tidak adanya larangan pekerja dengan pendidikan SD atau bahkan tidak sekolah sekalipun, membuat TKI asal Cianjur memberanikan diri bekerja di luar negeri. Sempat keluar aturan dimana TKI minimal berijazah SMP, tapi langsung di protes, sehingga akhirnya kembali dibebaskan, siapa saja yang mau," katanya.
Latar pendidikan yang rendah terkadang membuat penyerapan materi saat pelatihan tidak maksimal, berbeda dengan TKI yang latar pendidikannya SMA atau lebih."Minimal untuk berangkat ke luar negeri harus dididik dulu selama beberapa hari. Jika yang latar pendidikannya tinggi, waktu pendidikan yang singkat dianggap maksimal, tapi yang SD ke bawah bisa menjadi sangat kurang," katanya.
Hal tersebut membuat banyak warga cianjur menjadi TKI ilegal atau dinilai hampir sebagai korban trafficking karena dokumen yang mereka kantongi tidak resmi, seperti delapan calon TKI ilegal yang digagalkan Polres Cianjur, beberapa waktu lalu.
"Mereka rata-rata pendidikannya SD, sehingga mebuat mereka tidak paham prosedur pembuatan dokumen dan mudah terbujuk untuk diberangkatkan dengan dokumen tidak jelas, intinya mereka ingin bekerja keluar negeri karena iming-iming gaji yang besar," katanya.
Untuk itu, pihaknya selalu mengimbau warga diberbagai kegiatan yang akan berangkat menjadi TKI agar tidak bertindak nekad, dimana bekerja tanpa punya dasar pendidikan yang memadai karena dasar pendidikan yang tinggi, kinerja pun akan maksimal."Kalau sudah begitu, pekerja Indonesia tidak akan dianggap remeh," katanya. [Antara]