Suara.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Andrianus Garu menilai, upaya Fraksi Partai Demokrat menggalang hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, terlalu jauh dan mengada-ada.
"Ini terlalu jauh dan sangat mengada-ada. Persoalan kan ada di persidangan, bagaimana kuasa hukum terdakwa menggali kebenaran untuk membuktikan apakah saksi jujur atau berbohong," kata anggota DPD asal NTT itu di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Selain belum ada bukti penyadapan, tambah Andre, dalam sidang pengadilan terkait dugaan penodaan agama oleh Gubrenur DKI Jakarta non aktif. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tidak pernah digunakan kata penyadapan.
Lebih lanjut Andre mengatakan, dalam persidangan, menggali informasi dari saksi itu hal biasa. Tetapi yang menjadi luar biasa, ketika tim kuasa hukum Ahok menggali keterangan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin, terkait pembicaraan telepon dengan SBY, timbul kegaduhan luar biasa di luar sidang pengadilan.
Baca Juga: Tak Pasang Target, Ini Tujuan PSM Tampil di Piala Presiden
"Yang gaduh justru di luar persidangan. Di dalam sidang sendiri tidak terjadi apa-apa. Hakim pun tidak menegur tim hukum Ahok dan itu artinya tak ada yang salah," kata dia.
Andre menjelaskan, bahwa adalah hal biasa dalam persidangan penasihat hukum mencecar pertanyaan kepada saksi yang dihadirkan.
"Itu salah satu cara penasihat hukum untuk mencari kebenaran, apakah saksi berkata jujur atau tidak. Jadi itu untuk menguji tingkat kejujuran saksi," kata dia.
Soal penyadapan, Andre mengatakan, itu tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada prosedur yang harus dipatuhi dalam pengawasan ketat. Ada beberapa lembaga yang boleh melakukan penyadapan, seperti Polri dan Kejaksaan untuk masalah kriminal, KPK khusus korupsi, BIN untuk kemanan, dan BNPT untuk terorisme.
Penyadapan juga dilakukan sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat kejujuran seseorang. Dalam kasus Ahok, kalau memang benar ada kata penyadapan yang terucap dari kuasa hukum Ahok, itu dilakukan untuk mengukur tingkat kejujuran para pihak yang terlibat.
Baca Juga: Bantah Disuruh Jokowi, Ini Latar Belakang Luhut Temui Ma'ruf Amin
"Hasilnya kita semua lihat, Pak Ma'ruf membantah pernah ditelepon SBY. Sementara SBY mengakui pernah menelepon ketua MUI itu. Jadi ini juga menjadi alat ukur untuk mengetahui tingkat kejujuran seseorang," katanya.