Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Didik Mukrianto meminta terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membuktikan legalitas tuduhannya kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin saat persidangannya di Auditorium Kementerian Pertanian Jakarta Selatan yang digelar oleh Pengadilan Jakarta Utara, Kemarin, Selasa (31/1/2017).
"Kita kasih kesempatan Pak Ahok untuk membuktikan legalitas tuduhannya. Apakah secara proses sah? Apakah subtasinya mendasar? Hanya Ahok yang bisa mempertanggungjawabkan," kata Didik di DPR, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Ma'ruf dituduh Ahok memberikan kesaksian palsu dalam persidangan itu. Karena Ma'ruf tidak mengakui dirinya sempat ditelepon oleh Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono ketika putranya, Agus Yudhoyono datang ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk meminta restu dalam menghadapi Pilkada DKI Jakarta. Bahkan, Ahok mengklaim memiliki data tentang percakapan telepon itu.
"Dalam persidangan dinyatakan bahwa pihak Ahok mempunyai rekaman pembicaraan handphone Ma'ruf Amin. Jelas berarti ada penyadapan. Dalam perspektif hukum, termasuk pasal 5 UU ITE, penyadapan hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum dan dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Pertanyaannya sederhana, apabila ada seseorang yang mengaku mempunyai hasil sadapan tersebut dari mana mereka mendapatkannya?" kata Didik.
Baca Juga: Ini Respon Istana soal Ultimatum Demokrat
Anggota Komisi III DPR ini juga mempertanyakan legalitas sadapan itu. Dia mempertanyakan, apakah penyadapan itu dilakukan sendiri atau dari pihak lain yang tidak punya kewenangan penyadapan sesuai dengan undang-undang.
"Kita paham bahwa tidak setiap orang bisa menyadap. Tentu hanya pihak tertentu dan alat negara yang mempunyai perangkatnya. Tentu hal menarik yang perlu diungkap adalah sumber sadapan. Tanpa tidak harus menerka-nerka, kita tahu aparat negara mana yang punya perangkatnya," tambah dia.
Dia juga mengandaikan, kalau sumber sadapan tersebut didapat dengan cara yang melanggar hukum dan pihak yang tidak mempunyai kewenangan, hal itu menjadi berbahaya. Bertambah bahaya lagi, sambung Didik, apabila sadapan itu diperuntukkan untuk tujuan yang melanggar hukum dan diluar batas kewenangan.
"Kita tunggu agar pihak-pihak yang merasa punya rekaman pembicaraan bisa membuktikan tentang keabsahan sadapannya. Sehingga menjadi terang bagi kita semua standing kebenarannya. Apakah fakta atau rekayasa? Apakah legal atau Illegal? Semoga hukum tetap tegak pada keadilan. Aparat penegak hukum berdiri pada garis integritas dan kebenaran," tutur Didik.