Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akan menjadikan kasus yang menjerat hakim Mahkamah Konstitusi nonaktif Patrialis Akbar sebagai pintu masuk untuk menjerat kartel daging di Badan Urusan Logistik.
"Kami akan mendalami lebih lanjut melalui fungsi pencegahan, salah satunya terkait dengan penyidikan kasus suap terkait judicial review UU 41 Tahun 2014 yang sedang kita proses saat ini. Salah satu latar belakang dilakukannya kajian adalah laporan ke KPK tentang penyalahgunaan prosedur importasi daging sapi dan indikasi suap dalam proses impor," kata Febri, Selasa (31/1/2017).
KPK sudah melakukan kajian tentang tata niaga komoditas strategis daging sapi sejak 2013.
Dalam kasus suap uji materi pasal Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah menjerat Patrialis, Kamaludin, pengusaha impor daging Basuki Hariman, dan sekretaris Basuki: Ng Fenny. Basuki dan Fenny diduga menyuap Patrialis agar uji materi dikabulkan.
"Seperti yang disampaikan sebelumnya, KPK memiliki tugas penindakan dan pencegahan. Kami akan laksanakan tugas yang diberikan UU tersebut secara maksimal. Terkait dengan kartel, sudah mulai dikaji sejak 2013. Kita akan lihat perkembangan fenomena tersebut," katanya.
KPK akan mendalami pengakuan Basuki mengenai adanya kartel impor daging di Bulog.
"Yang akan didalami oleh penyidik adalah informasi yang relevan terkait indikasi suap ini. jika nanti ditemukan informasi lain, sepanjang cukup kuat dan ada indikasi tipikor maka akan dipelajari lebih lanjut," kata Febri.
Basuki menyebut uji materi UU Nomor 41 Tahun 2001 untuk memberangus kartel daging sapi. Dia menyebut maraknya daging sapi dari India ke Indonesia tak lepas dari adanya kartel daging.Basuki tak membantah sepak terjang kartel sapi dari India tak luput dari campur tangan Bulog.
"Yang dari India boleh impor daging sapi hanya satu perusahaan. Ini jelas monopoli Bulog," kata Basuki.
Basuki mengaku sudah membeberkan data kepada KPK.
"Saya sudah beritahukan," tutur Basuki.
Basuki curiga ada pihak yang berkepentingan dengan UU Nomor 41 Tahun 2001 karena UU ini menjadi payung hukum pemberlakuan aturan impor daging berbasis zona di Indonesia.
Padahal, kata Basuki, pemberlakukan zonasi justru merugikan, termasuk pengusaha dan peternak lokal. Itu sebabnya, Basuki turut mendorong uji materi UU Nomor 41 Tahun 2001.
Basuki berharap agar kebijakan impor sapi dan daging kembali pada prinsip country based.
Kebijakan zone based memberikan ruang bagi importir untuk memasok sapi dan daging dengan harga yang jauh lebih murah dari harga peternak lokal. Dari sisi kesehatan, aturan ini juga tak menguntungkan konsumen karena penyakit mulut dan kuku sewaktu-waktu mengancam.
Sementara kebijakan country based memang membatasi impor sapi dan daging sapi. Impor hanya berasal dari negara yang telah memenuhi syarat, seperti syarat bebas penyakit mulut dan kuku.
Artinya, jika sapi di suatu negara sudah terjangkit penyakit, tidak boleh diimpor ke Indonesia. Meskipun misalnya, sapi berpenyakit hanya berada di satu kota, sedangkan di kota lain sehat, tetap saja tidak diperkenankan untuk diimpor ke Indonesia.
Berbeda halnya dengan aturan country based, kebijakan zone based memperbolehkan jika misalnya sapi di suatu kota terjangkit penyakit, namun di kota lainnya sehat. Meski kedua kota ini berada di satu negara yang sama, kota yang memiliki sapi sehat tetap bisa mengimpor ke Indonesia.
Basuki turut berkepentingan dengan UU itu supaya Indonesia tidak mengimpor daging dari suatu zona yang terindikasi terdapat penyakit kuku dan mulut hewan.
"Seluruh peternak di indonesia hari ini sedang banyak mengalami kerugian dengan masuknya barang daging dari india sehingga peternak banyak yang merasa dirugikan. Memang saya kepengin supaya yudisial bisa berhasil," kata Basuki.