HNW: Wayang Kok Diputar, Wayang Ya Digelar

Siswanto Suara.Com
Senin, 30 Januari 2017 | 06:30 WIB
HNW: Wayang Kok Diputar, Wayang Ya Digelar
Hidayat Nur Wahid memberikan sambitan acara wayang di DPP PKS [PKS]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mengenakan blangkon putih dan kemeja batik lengan panjang, Wakil Ketua Majelis Syuro DPP PKS Hidayat Nur Wahid menyampaikan sambutan dengan bahasa Jawa halus.

Lelaki asal Klaten, Jawa Tengah itu, didaulat membuka acara pagelaran wayang dengan lakon Semar Mbangun Kahyangan di halaman DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Sesekali, Hidayat mengeluarkan candaan yang kemudain disambut ger-geran hadirin.

Meski hujan mengguyur wilayah Pasar Minggu dan sekitarnya, masyarakat tetap antusias menyaksikan pagelaran wayang dengan dalang Ki Sri Kuncoro.

Menurut Hidayat, PKS sudah sering menyelenggarakan pagelaran wayang dalam beberapa kesempatan. Sebab, kata dia, wayang menjadi warisan budaya Walisongo dalam menyebarkan Islam di Indonesia.

"Jadi kalau ada spanduk tolak pemutaran wayang itu pasti bukan PKS yang buat. Lagipula wayang kok diputar, wayang ya digelar," kata Hidayat menyindir spanduk yang viral di media sosial yang berisi larangan pemutaran wayang kulit.

Bagi Hidayat, tugas partai politik bukan hanya mengurusi pemilu, pilkada atau pilpres. Namun, termasuk di dalamnya melestarikan seni dan budaya Nusantara yang adiluhung.

"Politik bukan hanya pilkada, pemilu atau pilpres tapi bisa juga politik budaya agar budaya yang adiluhung berkembang dan tak mati," kata Hidayat.

Siapapun, bagi Hidayat, bisa mengembangkan seni dan budaya. Termasuk contohnya dalang Ki Sri Kuncoro. Meski sehari- hari bukan berprofesi sebagai dalang, namun bisa menampilkan pagelaran wayang dalam beberapa kesempatan.

"Kita bisa mengembangkan profesi tanpa harus tercerabut dari budaya," ujar dia.

Hidayat memberikan sedikit ringkasan cerita Semar Mbangun Kahyangan. Kisah ini berpusat pada sosok Semar dan punakawan.

Sosok Semar banyak diartikan berasal dari bahasa Arab. Semar berasal dari kata Samir yang maknanya menyingsingkan lengan.

"Tanda siap bekerja keras, siap bekerja efektif untuk menghasilkan hasil. Siap cancut taliwondo," kata Hidayat.

Wakil Ketua MPR RI menerangkan kerja mestilah harus ada hasil dan penuh perencanaan. "Jangan hanya kerja, kerja, kerja namun tidak pakai program. Kalau tidak punya program tidak usah jadi gubernur," ujar Hidayat.

Lalu, Gareng, menurut Hidayat, berasal dari kata naala qariin yang bermakna mencari teman. Kemudian sosok Petruk berasal dari kata fatruk yang bermakna tinggalkanlah. Terakhir, Bagong berasal dari kata bagha yang bermakna keonaran.

"Jadi artinya sudah sangat baik sekali. Mari bekerja menyisingkan lengan mencari teman untuk meninggalkan keonaran," kata dia.

Sementara lakon Semar Mbangun Kahyangan secara ringkat diterangkan Hidayat sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban. Semar mengambil tanggung jawab dan kepedulian agar negeri Amarta selamat dari kekacauan.

"Jadi jangan hanya jadi penonton terus bilang 'terserah rusak rusak saja'," kata Hidayat.

Hidayat meneruskan meski harus berhadapan dengan orang penting namun kekacauan harus dibereskan.

"Walau harus berhadapan dengan Bathara guru namun Amarta harus selamat. Negeri ini harus selamat," kata dia.

Ketua Bidang Seni dan Budaya DPP PKS Muhammad Ridwan mengatakan wayang adalah sebuah sarana dakwah Walisongo terdahulu. PKS sebagai partai dakwah ingin mencontoh Walisongo dengan menggunakan wayang sebagai media dakwah kepada masyarakat.

"Kita ingin meniru cara dakwah Walisongo yang tidak menimbulkan gejolak di masyarakat lewat wayang," kata Ridwan.

Dia menambahkan wayang juga bisa memberikan edukasi yang cukup efektif kepada masyarakat. Pendekatan simbol pada wayang diakui Ridwan bisa diterima masyarakat dibanding penyampaian yang lebih bersifat hitam putih.

"Wayang bisa menjadi sarana dakwah yang pas di Indonesia," tutur dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI