Gara-gara Eks Pejabat Kemenkeu, DPR Desak Penerimaan PNS Diubah

Jum'at, 27 Januari 2017 | 15:31 WIB
Gara-gara Eks Pejabat Kemenkeu, DPR Desak Penerimaan PNS Diubah
Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang paripurna di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Bobby Adhityo Rizaldi  mendorong pemerintah meninjau ulang pola penerimaan pegawai negeri sipil. Hal itu menyusul kasus bekas pegawai Kementerian Keuangan berpangkat III C berinisial TUOB beserta istri dan tiga anak yang diduga ingin masuk ke Suriah. Mereka dideportasi pemerintah Turki baru-baru ini.

Bobby kemudian membandingkan pola penerimaan PNS sebelum reformasi. Dulu, lembaga pemerintah menerapkan penelitian khusus serta penataran Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila kepada mereka.

"Kalau dulu sebelum era reformasi, PNS ada yang namanya litsus, dan penataran P4, sehingga bila ada paham radikal bisa terdeteksi," kata Bobby, Jumat (27/1/2017).

Bobby mendorong pola penerimaan calon PNS juga disesuaikan dengan format program bela negara. Hal ini, penting dilakukan guna mengantisipasi kemungkinan mereka membocorkan informasi rahasia negara kepada jaringan teroris.

"Hendaknya walau pun lipsus tidak lagi diterapkan, ke depan dalam proses rekrutmen pejabat negara, perlu suatu format bela negara dengan penyesuaian agar jangan sampai hal ini terjadi," kata politikus Partai Golongan Karya.

TUOB  saat ini masih diperiksa secara intensif oleh anggota kepolisian.

"Saat ini sudah ada di Jakarta. Pemeriksaan secara intensif. Masih digali siapa fasilitator dan motivator. Penyidik Densus 88 punya waktu 7 x 24 jam kita gali info," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul di gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Ba‎ru, Jakarta Selatan.

Martinus mengungkapkan TUOB membawa istri serta tiga anaknya berangkat ke Istanbul, Turki, pada 15 Agustus 2016 melalui Thailand. Mereka terbang Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia.

Di Thailand, keluarga tersebut menghubungi orang bernama Abu Yazid, sebelum terbang ke Istanbul. Abu Yazid diduga menjadi fasilitator.

Mereka kemudian ditangkap otoritas Turki setelah beberapa pekan berada di Istanbul.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI