"Antara lain, KPK harus menelisik lebih mendalam potensi keterlibatan hakim lain dan staf di Kesekjenan MK, karena perkara korupsi biasanya tidak hanya melibatkan aktor yang tunggal," kata Ismail.
Kedua, kata dia, yaitu Dewan Etik MK, harus mengambil tindakan terhadap Patrialis sesuai mekanisme kerja Dewan Etik MK, sehingga memudahkan kerja KPK.
Ia melanjutkan, sejalan dengan agenda revisi UU MK, DPR dan Presiden juga perlu mengkaji dan mengatur lebih detail penguatan kelembagaan MK, khususnya perihal pengisian jabatan Hakim MK, pengawasan, standar calon hakim.
"Termasuk menyusun regulasi perihal manajemen peradilan MK yang kontributif pada pencegahan praktik korupsi," tutur Ismail.
Baca Juga: Basuki, Pengusaha Pemberi Suap 'Bela' Patrialis Akbar
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa banyak pihak tidak merasa heran dengan peristiwa tersebut. Pasalnya, jika dilihat dari rekam jejak Patrialis, ia menjadi Hakim MK pada Juli 2013, tanpa melalui proses seleksi. Melainkan penunjukan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Patrialis menjadi hakim MK tanpa proses seleksi yang wajar, karena hanya ditunjuk oleh SBY tanpa mempertimbangkan kualifikasi yang ditetapkan UU, setelah tergeser dari kursi Menteri Hukum dan HAM," kata Ismail.