SETARA: Korupsi Patrialis Akbar Makin Ragukan Kualitas Putusan MK

Jum'at, 27 Januari 2017 | 05:01 WIB
SETARA: Korupsi Patrialis Akbar Makin Ragukan Kualitas Putusan MK
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar (suara.com/Bagus Santosa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - LSM hak asasi manusia dan demokrasi SETARA Institute menilai penangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi Patralis Akbar karena terkait kasus korupsi berdampak buruk pada kualitas putusan lembaga itu. Terlebih ini yang kedua kali hakim MK tertangkap KPK karena korupsi.

Sebelum Patrialis, Ketua MK, M. Akil Mochtar ditangkap KPK pada 2013. Tertangkapnya seorang hakim MK memiliki dampak serius dan dampak ikutan pada produk kerja lembaga pengawal Konstitusi ini, karena hakim MK adalah pejabat negara kelas negarawan, yang seharusnya tidak memiliki interest apapun dalam bekerja kecuali mengawal konstitusi dan menjaga paham konstitusionalisme.

“Menelisik rekam jejak Patrialis Akbar dan proses pencalonannya menjadi hakim MK pada Juli 2013, banyak pihak tidak terkejut dengan peristiwa yang saat ini menimpa mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Patrialis menjadi hakim MK tanpa proses seleksi yang wajar, karena hanya ditunjuk oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanpa mempertimbangkan kualifikasi yang ditetapkan UU, setelah tergeser dari kursi Menteri Hukum dan HAM. Proses seleksi pun dipersoalkan oleh organisasi masyarakat sipil, hingga berujung ke pengadilan tata usaha negara,” kata Ismail Hasani, Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & Direktur Riset SETARA Institute dalam keterangan persnya.

Menurut dia, praktik suap yang diduga ditukar dengan putusan hakim Konstitusi memiliki daya rusak lebih serius dibanding suap biasa. Kewenangan MK memutus konstitusionalitas sebuah norma dalam UU, yang merupakan produk kerja DPR dan Presiden, adalah kewenangan yang sangat besar dan memiliki daya ikat luar biasa.

Baca Juga: Hakim MK Patrialis Akbar Disuap Rp2 Miliar

“Putusan MK adalah erga omnes, berlaku bagi semua orang, meski sebuah norma UU hanya dipersoalkan oleh satu orang. Putusan MK juga, jika sebuah permohonan judicial review dikabulkan, berarti membatalkan produk kerja 550 anggota DPR dan presiden yang bersifat final and binding. Atas dasar kewenangannya yang sangat besar, maka dugaan memperdagangkan putusan, sebagaimana dipraktikkan oleh Patrialis Akbar, memiliki daya rusak luar biasa yang bisa mendelegitimasi banyak putusan MK dan kelembagaan MK,” paparnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI