Suara.com - Panitia Khusus Terorisme Dewan Perwakilan Rakyat mulai melakukan pembahasan rancangan undang-undangn (RUU) teroris dengan pemerintah. Selama pembahasan RUU, rapat ini disepakati untuk dilakukan secara tertutup.
Pembahasan secara tertutup ini akan dilakukan setelah pembahasan isu krusial selesai.
Untuk hari ini, Pansus melakukan rapat dengan perwakilan dari Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Sekretariat Negara.
"Pembahasan kita sepakati tertutup. Kan ini ada TNI, Polri, dan lembaga-lembaga negara. Ini kan sangat sensitif ya, (kalau terbuka) nanti akan banyak penafsiran macam-macam dalam pembahasannya," kata Ketua Pansus Terorisme DPR Muhammad Syafi'i di DPR, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Baca Juga: Pansus Desak Pemerintah Rapat Bersama Bahas RUU Terorisme
Namun, Politikus Partai Gerakan Indonesia Rakyat ini menegaskan isi rapat bisa diakses kepada para anggota Pansus, staf ahli, atau bahkan ke Kesekretariatan Pansus.
"Karena pembahasan kan menyangkut banyak lembaga, itu yang harus kita jaga," ujarnya.
Untuk hari ini, Syafi'i mengatakan, rapat pembahasan telah menyetujui 7 Daftar Inventaris Masalah dari total 115 DIM. Namun, dari ketujuh itu masih ada yang alot dan kini pembahasannya ditunda sementara untuk dibahas di akhir. Di antaranya soal judul Rancangan Undang-undang dan konsiderasi UU ini.
"Tentang judul masih pending, karena ada yang menginginkan 'penanggulangan' ada yang ingin tetap 'pemberantasan'," kata dia.
"Kemudian yang masih belum diselesaikan itu, soal konsederasi RUU teroris ini masuk 'kejahatan serius' atau 'extraordinary crime'. Yang beralasan kejahatan serius, karena dalam statuta Roma ini dinyatakan kejahatan serius bukan extraordinary," tambah Syafi'i.
Baca Juga: Pemerintah Minta DPR Percepat Revisi UU Terorisme
Dia menambahkan, pemerintah juga menyampaikan adanya perubahan DIM mereka. Dalam DIM sebelumnya kebanyakan bicara soal penindakan, sedangkan DIM yang sekarang ada masukan soal pemberantasan.
"Nah, yang dimaksud pemberantasan adalah pencegahan, penindakan dan pemulihan, itu kan usulan baru," ujarnya.
Dalam pembahasan RUU ini, Syafi'i lebih mendorong perlunya perlunya leading sector dalam memimpin pemberantasan terorisme. Kata Syafi'i, semua fraksi juga sudah sepakat menunjuk BNPT menjadi pimpinanya.
"Yes BNPT, bukan Polri atau TNI. Itu kesepakatan kita semua fraksi," kata dia.
"Misalnya di sini bom, di situ bom, nah ini siapa yang pegang koordinasinya? makanya kita mau penguatan BNPT tadi. Nah lalu bagaimana pasukannya? Di situ ada Polri, dan TNI," kata dia.
Karenanya, Syafi'i menerangkan, penguatan BNPT ini akan dibahas juga dalam Pansus ini dengan pembuatan UU untuk BNPT. Sebab, selama ini BNPT hanya berlandaskan Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2012.
"KPU dan Bawaslu saja pakai Undang-undang, masa BNPT pakai Perpres," ujarnya.