Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono membantah penetapan status hukum dosen ilmu komunikasi politik Ade Armando menjadi tersangka kasus dugaan pelanggaran UU tentang Informatika dan Transaksi Elektronik karena ada campur tangan pihak lain.
"Nggak ada (intervensi)," kata Argo di Polda Metro Jaya, Rabu (25/1/2017).
Argo menjelaskan alasan penyidik baru sekarang memastikan status hukum Ade, padahal kasus tersebut sudah dilaporkan pada Mei 2015, karena polisi menangani kasus secara bertahap.
"Ya tentunya perlu saya katakan untuk tahun 2016 itu untuk cyber crime itu ada laporan 1.600- an. Yang kita pelan pelan selesaikan sudah 350-an kita selesaikan, jadi kita bertahap di situ ya, banyak laporan yang kita terima. Jadi kita pelan-pelan untuk melakukan penyelidikan itu, dan saat ini sudah kita lakukan penyelidikan dan kita naikkan jadi penyidikan dan kita sudah menetapkan tersangkanya," kata dia.
Argo kemudian menjelaskan alasan penyidik menerapkan Pasal 28 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008, bukannya Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama.
"Jadi dari penyidik di dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan kita masih menemukan yang pasal itu yang kita terap kan," katanya.
Secara terpisah, Ade mengaku curiga ada yang mengintervensi keputusan polisi menetapkannya menjadi tersangka.
"Saya duga pihak ini sengaja mendesak polisi karena sikap politik saya yang kritis terhadap gerakan-gerakan yang berusaha memecah belah bangsa dengan menggunakan alasan agama dan ras," kata Ade kepada wartawan melalui keterangan tertulis.
Kasus Ade bermula ketika dia menulis status Facebook: "Allah Bukan Orang Arab" pada Mei 2015. Kemudian pada Sabtu (23/5/2015), pemilik akun Twitter Johan Khan, @CepJohan, melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Dia mempolisikan Ade karena Ade tidak mau meminta maaf dalam waktu 1x24 jam. Ade dilaporkan dengan Pasal 156 A KUHP dan atau Pasal 28 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
"Saya juga menduga bahwa kasus ini ditindaklanjuti saat ini, setelah dua tahun, karena adanya desakan pihak yang mengadukan saya dua tahun lalu," Ade menambahkan
Ade mengaku keheranan dengan langkah polisi karena menurut Ade status Facebook-nya tidak menodai agama.
"Saya justru secara tegas menunjukkan Tuhan sama sekali tidak bisa disamakan dengan manusia, termasuk manusia Arab. Karena Tuhan Maha Besar, Maha Pengasih, maka Dia pasti tidak keberatan kalau ayat-ayat Al Quran dibaca dengan cara beragam sesuai kebudayaan kita masing-masing; dan tidak hanya dengan Satu langgam saja," katanya.
Ade mengatakan tidak mau meminta maaf karena dia merasa tidak bersalah.
"Saya tidak merasa bersalah dan (tidak) harus minta maaf pada siapapun," katanya.
"Nggak ada (intervensi)," kata Argo di Polda Metro Jaya, Rabu (25/1/2017).
Argo menjelaskan alasan penyidik baru sekarang memastikan status hukum Ade, padahal kasus tersebut sudah dilaporkan pada Mei 2015, karena polisi menangani kasus secara bertahap.
"Ya tentunya perlu saya katakan untuk tahun 2016 itu untuk cyber crime itu ada laporan 1.600- an. Yang kita pelan pelan selesaikan sudah 350-an kita selesaikan, jadi kita bertahap di situ ya, banyak laporan yang kita terima. Jadi kita pelan-pelan untuk melakukan penyelidikan itu, dan saat ini sudah kita lakukan penyelidikan dan kita naikkan jadi penyidikan dan kita sudah menetapkan tersangkanya," kata dia.
Argo kemudian menjelaskan alasan penyidik menerapkan Pasal 28 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008, bukannya Pasal 156 a KUHP tentang Penodaan Agama.
"Jadi dari penyidik di dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan kita masih menemukan yang pasal itu yang kita terap kan," katanya.
Secara terpisah, Ade mengaku curiga ada yang mengintervensi keputusan polisi menetapkannya menjadi tersangka.
"Saya duga pihak ini sengaja mendesak polisi karena sikap politik saya yang kritis terhadap gerakan-gerakan yang berusaha memecah belah bangsa dengan menggunakan alasan agama dan ras," kata Ade kepada wartawan melalui keterangan tertulis.
Kasus Ade bermula ketika dia menulis status Facebook: "Allah Bukan Orang Arab" pada Mei 2015. Kemudian pada Sabtu (23/5/2015), pemilik akun Twitter Johan Khan, @CepJohan, melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Dia mempolisikan Ade karena Ade tidak mau meminta maaf dalam waktu 1x24 jam. Ade dilaporkan dengan Pasal 156 A KUHP dan atau Pasal 28 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
"Saya juga menduga bahwa kasus ini ditindaklanjuti saat ini, setelah dua tahun, karena adanya desakan pihak yang mengadukan saya dua tahun lalu," Ade menambahkan
Ade mengaku keheranan dengan langkah polisi karena menurut Ade status Facebook-nya tidak menodai agama.
"Saya justru secara tegas menunjukkan Tuhan sama sekali tidak bisa disamakan dengan manusia, termasuk manusia Arab. Karena Tuhan Maha Besar, Maha Pengasih, maka Dia pasti tidak keberatan kalau ayat-ayat Al Quran dibaca dengan cara beragam sesuai kebudayaan kita masing-masing; dan tidak hanya dengan Satu langgam saja," katanya.
Ade mengatakan tidak mau meminta maaf karena dia merasa tidak bersalah.
"Saya tidak merasa bersalah dan (tidak) harus minta maaf pada siapapun," katanya.