Suara.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menghormati keputusan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Antasari merupakan terpidana kasus pembunuhan terhadap Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
"Grasi adalah kewenangan daripada Presiden yang meminta pertimbangan dan persetujuan daripada unsur daripada penegak hukum. Ini sudah diberikan atau pun seperti yang diberikan Presiden kita harus menghargai kewenangan Presiden," kata Agus di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Wakil Ketua DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Antasari jika nanti akan mengambil langkah hukum untuk membongkar kasus yang membuatnya ditahan selama tujuh tahun.
"Persoalannya ada di dalam Pak Antasari Azhar ini tadinya ada masalah hukum. Ya tentunya jalur-jalur hukum yang menyelesaikan. Tentunya kita serahkan kepada aparat penegak hukum. Semuanya sudah dijalankan, semua juga sudah ada, namun apabila Pak Antasari Azhar ada hal-hal yang dirasakan kurang biarlah diselesaikan dengan aparat penegak hukum," kata Agus.
Antasari sejak awal sampai dia mendapatkan grasi menegaskan tidak terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Nasrudin. Kasus tersebut menjerat Antasari pada tahun 2009 atau di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada waktu kasus muncul, Antasari sedang menangani kasus besar.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan Antasari punya kebebasan untuk melakukan upaya hukum atas kasusnya.
"Jika ingin melakukan upaya hukum atas kasus sebelumnya, ya kita serahkan kepada Pak Antasari. Mungkin beliau didzolimi sebelumnya. Itu diserahkan kepada beliau. Itu kita serahkan ke Pak Antasari hak beliau sebagai warga negara," kata Masinton di DPR.
Masinton menekankan tidak ada persoalan dalam pemberian grasi kepada Antasari karena sudah didasarkan pada pertimbangan Mahkamah Agung.
"Atas pertimbangan MA itu, maka Presiden dibolehkan memberikan mengeluarkan grasi yang diajukan oleh Pak Antasari," kata dia.