Pancasila, lima sila, jika diperas menjadi Trisila, terdiri dari: Pertama, sosio-nasionalisme yang merupakan perasan dari kebangsaan dan internasionalisme; kebangsaan dan peri kemanusiaan. Kedua, sosio-demokrasi. Demokrasi yang dimaksud bukan demokrasi barat, demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi politik ekonomi, yaitu demokrasi yang melekat dengan kesejahteraan sosial, yang diperas menjadi satu dalam sosio-demokrasi.
Ketiga, adalah ke-Tuhan-an. Menjadi poin ketiga, bukan karena derajat kepentingannya paling bawah, tetapi justru karena Ke-Tuhan-an sebagai pondasi kebangsaan, demokrasi politik dan ekonomi yang kita anut. Tanpa Ke-Tuhan-an bangsa ini pasti oleng. Ke-Tuhan-an yang dimaksud adalah Ke-Tuhan-an dengan cara berkebudayaan dan berkeadaban; dengan saling hormat menghormati satu dengan yang lain, dengan tetap tidak kehilangan karakter dan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Bung Karno menegaskan, “kalau jadi Hindu, jangan jadi orang India. Kalau jadi Islam, jangan jadi orang Arab, kalau jadi Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini.”
Hadirin yang saya hormati, Trisila jika diperas menjadi Ekasila, yaitu gotong royong. Inilah suatu paham yang dinamis, berhimpunnya semagat bersama untuk membanting tulang bersama, memeras keringat bersama untuk kebahagiaan bersama. Kebahagian yang dimaksud adalah kebahagian kolektif sebagai sebuah bangsa, yang memiliki tiga kerangka: pertama, Satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara-Kesatuan dan Negara-kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke; dari Miangas hingga ke Rote. Kedua, satu masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, atas dasar saling hormat-menghormati satu sama lain, dan atas dasar membentuk satu Dunia Baru yang bersih dari penindasan dalam bentuk apa pun, menuju perdamaian dunia yang sempurna.
Adapun untuk mencapai kerangka tujuan di atas diperlukan dua landasan: landasan idiil, yaitu Pancasila dan landasan strukturil, yaitu pemerintahan yang stabil. Untuk itulah PDI Perjuangan selalu ikut dan berdiri kokoh menjaga jalannya pemerintah Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai pemerintahan yang terpilih secara konstitusional. Keduanya merupakan syarat mutlak atas tanggung jawab sejarah yang harus kita tuntaskan sekaligus sebagai konsekuensi ideologis yang telah saya sampaikan di awal, yang mengakui Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi bangsa.
Kader-kader Partai yang saya cintai, hadirin yang saya hormati,
Saya menjabarkan hal-hal di atas dalam forum ini, untuk menegaskan kembali bahwa PDI Perjuangan tetap memilih jalan ideologis. PDI Perjuangan menyatakan diri tidak hanya sebagai rumah bagi kaum Nasionalis, tetapi juga sebagai Rumah Kebangsaan bagi Indonesia Raya. Kepada kader Partai di seluruh Indonesia, saya instruksikan agar tidak lagi ada keraguan, apalagi rasa takut, untuk membuka diri dan menjadikan kantor-kantor Partai sebagai rumah bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Saya instruksikan, jadilah “Banteng Sejati” di dalam membela keberagaman dan kebhinekaan. Berdirilah di garda terdepan, menjadi tameng yang kokoh untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya yakin, TNI dan POLRI akan bersama kita dalam menjalankan tugas ini, dan tidak akan memberi ruang sedikit pun pada pihak-pihak yang anti Pancasila dan anti demokrasi Pancasila. Apresiasi saya kepada TNI-POLRI yang telah berani bersikap tegas dalam menyikapi pihak-pihak tersebut.
Bagi kader Partai yang berada di legislatif dan eksekutif, kalian tidak hanya dibutuhkan negeri ini untuk mempertahankan kesatuan dan kebangsaan. Perlu disadari, terutama bagi kader yang telah mendapat kepercayan rakyat di eksekutif. Saya tahu, kalian, bahkan saya, adalah manusia biasa. Tentu, sebagai manusia biasa kita tidak luput dari kesalahan. Tetapi, sebagai pemimpin harus disadari pula bahwa jabatan yang kalian emban adalah jabatan politik. Kesalahan dalam keputusan politik tidak hanya berdampak bagi diri pribadi dan keluarga. Kesalahan tersebut berdampak pada kehidupan seluruh rakyat. Karena itu, hati-hatilah dalam membuat keputusan-keputusan politik, baik itu berupa perkataan, tindakan, produk politik baik berupa kebijakan politik legislasi, maupun kebijakan politik anggaran.
Kader-kader yang saya cintai,
Luangkan waktu untuk merenung, sudah tepatkah langkah-langkah yang kalian ambil atas jabatan yang telah diberikan oleh rakyat, ataukah justru sebaliknya. Jangan kalian justru menjadi bagian dari orang-orang yang menindas dan menyengsarakan rakyat dengan kekuasaan yang sebenarnya justru merupakan amanah dari rakyat.