Hasil Penyelidikan Inggris soal Kasus Suap yang Libatkan Garuda

Liberty Jemadu Suara.Com
Jum'at, 20 Januari 2017 | 07:49 WIB
Hasil Penyelidikan Inggris soal Kasus Suap yang Libatkan Garuda
Maskapai Garuda Indonesia terparkir di terminal II Bandara Internasional Soekarno-Hatta Tangerang, Banten, Jumat (12/12). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Kamis (19/1/2017), mengumumkan telah menetapkan mantan direktur Garuda Indonesia, Emirsyah Satar sebagai tersangka dalam kasus suap.

Emirsyah diduga menerima suap dalam pembelian pesawat Airbus dengan mesin Rolls-Royce ketika menjabat sebagai direktur utama maskapai nasional itu. Emirsyah menjabat sebagai dirut Garuda sejak 2005 sampai mengundurkan diri pada 2014.

Ia juga menjabat sebagai direktur keuangan Garuda Indonesia sejak 2003.

Selain Emirsyah, KPK juga menetapkan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. Soetikno diduga menyuap Emirsyah ketika masih menjabat sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd.

Sebelum KPK menetapkan Emirsyah sebagai tersangka, lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO) pada Rabu (18/1/2016) mengumumkan bahwa Rolls-Royce, produsen mesin pesawat terkemuka asal Inggris, telah melakukan praktik suap di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Seperti dilaporkan BBC dan The Guardian, SFO menyatakan bahwa Rolls-Royce telah melakukan setidaknya 12 aksi konspirasi yang berujung pada tindakan korupsi di tujuh negara: Indonesia, Thailand, India, Rusia, Nigeria, Cina, dan Malaysia.

Di Indonesia Rolls-Royce diketahui terlibat dalam suap pengadaan mesin pesawat Garuda. Modus yang digunakan Rolls-Royce adalah dengan memanfaatkan makelar atau perantara yang dibayar untuk memuluskan kontrak pembelian mesin-mesin pesawat.

Menurut dokumen penyelikan SFO yang diakses Suara.com dari situs judiciary.gov.uk, diketahui bahwa Rolls-Royce setidaknya terlibat dalam dua kasus suap di Tanah Air, yakni pada periode 1989 - 1998 dan periode 2011-2012.

Ada Nama Tomy Soeharto

Kasus pertama, dalam periode 1989-1998, terkait pengadaan mesin Trent 700 bikinan Rolls-Royce untuk enam pesawat Airbus A330 milik Garuda Indonesia. Dalam kasus yang oleh SFO disebut "Count 1" ini, Rolls-Royce membayar dua orang makelar.

Makelar pertama disebut sebagai orang yang "punya hubungan dekat dengan Istana". Sementara makelar kedua disebut sebagai "seorang bekas komandan Angkatan Udara Indonesia".

Dalam kesepakatan dengan para makelar itu, Rolls-Royce bersedia membayar sebesar 2,25 juta dolar dan sebuah mobil Rolls-Royce Silver Spirit II. Janji komisi itu dipenuhi oleh Rolls-Royce pada periode Mei-Juni 1991, setelah kontrak pengadaan Airbus A330 ditandatangi pada April tahun yang sama.

Laporan itu tak menjelaskan siapa sosok yang menjadi perantara Rolls-Royce di Indonesia.

Tetapi dalam sebuah wawancara dengan media Inggris, Daily Telegraph pada Desember 2012, seorang bekas pegawai Rolls-Royce yang pernah bertugas di Indonesia selama 1996-2002 menuding bahwa Tommy Soeharto, putra mendiang Presiden Soeharto dibayar sebesar 20 juta dolar AS oleh Roll-Royce untuk membujuk Garuda membeli mesin Trent 700.

Eks pegawai Rolls-Royce bernama Dick Taylor itu menambahkan bahwa Tommy juga diberikan sebuah mobil mewah bermerek Rolls-Royce. Mobil itu berwarna biru.

Kasus kedua, yang oleh SFO disebut "Count 10", berlangsung di sekitar 1 Juli 2011 hingga 31 Maret 2012. SFO menulis dalam laporannya bahwa dalam kasus ini Rolls-Royce gagal mencegah perantaranya untuk "menyuap pegawai maskapai nasional, Garuda International dalam kontrak Total Care, dan mesin T700" untuk pesawat Airbus A330.

Perantara dalam kasus kedua ini merupakan orang baru. Selama periode 2008-2011, Rolls-Royce berhubungan dengan makelar ini melalui perusahannya, yang telah menandatangani kesepakatan dengan imbalan berbasis komisi. Kesepakatan itu diperbarui lagi pada Maret 2011 dan berlangsung hingga 2012.

"Meski beberapa pegawai Rolls-Royce tahu ada bukti yang menunjukkan bahwa perantaranya telah berlaku korup atas nama Rolls-Royce, Rolls-Royce tidak memutuskan hubungan dengannya sampai Maret 2012," tulis SFO dalam dokumen itu.

Selama bekerja sama dengan makelar ini, Rolls-Royce baru mendapatkan kontrak TCA (total care agreement) dari Garuda pada Oktober 2008. Kontrak ini terkait perawatan mesin-mesin Trent 700 dari pesawat Airbus A300.

Transfer ke Rekening Pegawai Senior Garuda

Untuk menggolkan kontrak itu, tulis FSO, sang makelar disebut berhasil "mengidentifikasi beberapa pegawai senior Garuda" yang mendukung Rolls-Royce. Mereka menduduki sejumlah posisi senior, termasuk di jajaran dewan direksi.

"Dari pertengahan 2007 mereka adalah pembuat keputusan kunci dalam kesepakatan TCA itu," tulis FSO dalam dokumennya.

Pada Maret 2009, seorang pegawai Rolls-Royce bertemu dengan makelarnya di Indonesia. Sang makelar disebut meminta komisi senilai 500.000 dolar AS untuk jasanya menggolkan kontrak TCA dengan Garuda.

Tetapi pegawai Rolls-Royce itu menolak dan menawarkan untuk membayar komisinya jika Rolls-Royce memenangkan kontrak baru, terkait pengadaan empat pesawat baru Garuda.

Tetapi makelar itu mengeluarkan ancaman.

"Saya harus mengurus orang-orang ini sama sama seperti dalam kontrak TCA sebelumnya... Saya harus memberikan sejumlah dana di muka untuk mereka juga," kata sang makelar seperti yang dicatat FSO.

Meski Rolls-Royce tak menyanggupi permintaannya, sang makelar diketahui membayar sejumlah 200.000 dolar AS dari rekening sebuah perusahaan miliknya di Singapura. Tak disebut kemana uang itu dibayarkan.

"Pada 23 Juli 2010, ketika kontrak TCA telah ditandatangani oleh Garuda untuk delapan pesawat baru, uang senilai 293.910 dolar AS dibayarkan kepada sang perantara oleh Rolls-Royce," beber FSO.

"Pada 11 Oktober 2010, sebanyak 100.000 dolar AS ditransfer dari rekening perusahaan sang perantara ke sebuah rekening perusahaan lain yang juga miliki oleh sang perantara di Singapura, dengan instruksi agar uang itu ditransfer ke sebuah rekening atas nama seorang pegawai senior Garuda," tulis FSO.

Pada 14 Oktober 2010, sebanyak 10.000 dolar AS kembali ditransfer ke rekening yang sama.

Pada April 2011, rekening perusahaan sang makelar di Singapura kembali mentransfer uang senilai 250.000 dolar AS. Rekening itu kembali mentransfer uang senilai 462.379 dolar AS sekitar pertengahan Mei 2011, setelah menerima pembayaran komisi sebesar 463.561 dolar AS dari Rolls-Royce sebagai imbalan atas kontrak TCA pada 2008.

Tak dijelaskan kemana uang-uang itu ditransfer.

Pada Januari 2012, sang perantara mengirim dua invoice ke Rolls-Royce. Invoice pertama berisi tagihan komisi bagi sebuah perusahaannya untuk jasa meloloskan kontrak TCA 2008. Sementara yang kedua berisi tagihan komisi perusahannya yang lain, untuk penyediaan mesin bagi pesawat Airbus A330 ketujuh Garuda yang dikirim pada November 2011.

"Jumlah kedua tagihan itu masing-masing 397.384,73 dolar AS dan 617.536,90 dolar AS," tulis FSO.

Pada 16 Maret 2012 kedua tagihan itu dibayar oleh Rolls-Royce, masing-masing sebesar 397.000 dolar AS dan 617.000 dolar AS.

Setelah itu tak ada lagi pembayaran yang dilakukan untuk perantara itu. Tetapi pada periode 11 Juni 2012 dan 23 Mei 2014 sebuah rekening milik sang perantara melakukan sejumlah transfer ke beberapa rekening dua pegawai senior Garuda.

Meski demikian, jumlah uang yang ditransfer tak disebutkan dalam laporan itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI