Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, menegaskan bahwa kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk tidak berkaitan dengan PT Garuda Indonesia. Pasalnya, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar bergerak secara pribadi dalam kasus yang nilai suapnya puluhan miliar tersebut.
"Kasus ini sifatnya adalah pribadi dan kami sangat berterimakasih manajemen Garuda mendukung kasus ini dengan baik," katanya di gedung KPK, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2017).
Oleh karena itu dia berharap kasus yang menjerat Dirut PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 tersebut tidak berdampak negatif bagi perkembangan Garuda. Pasalnya, saat ini Garuda Indonesia sudah mendapatkan reputasi baik di dunia internasional.
"Suap ini tidak dinikmati oleh perusahaan melainkan oleh individu," kata Agus.
Baca Juga: Sylviana Datang ke Bareskrim, Diperiksa Kasus Korupsi Bansos
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan, suap dalam pengadaan mesin pesawat hanya dinikmati oleh Emirsyah sendiri. Lanjut Laode, Indonesia tidak bisa menggugat Rolls Royce karena tidak memiliki ketentuan dalam Undang-undang. Menurut Laode, hal itu berbeda dengan regulasi di Inggris.
"Sedangkan UU Inggris memang ada. Jadi kalau di sana, kalau ada perusahaan Inggris atau Amerika Serikat yang melakukan suap terhadap orang yang ada di luar wilayah Inggris maupun luar wilayah AS itu bisa dituntut dengan UU mereka, kalau kita masih belum," katanya.
Emirsyah Satar diduga menerima suap dari Soetikno Soedarjo, yang berperan sebagai perantara suap, sebesar 1,2 juta euro dan 180 ribu dollar AS atau setara Rp20 miliar. Selain itu, Emir juga menerima barang senilai 2 juta dollar AS.
Emirsyah Satar dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara itu, Soetikno Soedarjo yang menjadi perantara suap disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor joo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Kasus E-KTP, Gamawan Fauzi Bantah Terima Gratifikasi