Ada-ada saja cara para bandit mencari uang. Keluarga yang sedang berduka cita pun mereka jadikan korban. Kasus ini baru saja dibongkar anggota Polda Metro Jaya.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Ajun Komisaris Besar Sugiarto Didik menceritakan bagaimana modus lima bandit berinisial MT alias A alias DI, ASS alias F alias H, BH alias RPR, SA alias A dan SAK alias D itu beraksi.
Awalnya, mereka memantau media yang menginformasikan kabar duka. Lalu, mereka mencari nomor telepon rumah keluarga almarhum.
Setelah mendapatkan nomor telepon, mereka menghubungi keluarga dengan mengaku-ngaku petugas rumah duka tempat persemayaman jenazah.
"Pelaku kemudian mengirim nomor rekening untuk minta uang muka dari biaya persemayaman," kata Didik.
Modus tersebut terbongkar setelah para bandit mengerjai keluarga Ten (67).
Kepada keluarga Ten, para bandit meminta uang puluhan juta rupiah untuk mengurus semua jasa perawatan jenazah suami Ten, Irsan Tionardi.
"Pertama minta Rp40 juta, disanggupi korban," katanya.
Tak lama setelah mengirimkan uang, keluarga Ten kembali dimintai uang puluhan juta rupiah untuk biaya perawatan sampai pemakaman.
Dari situ kemudian timbul kecurigaan. Keluarga Ten kemudian mendatangi rumah duka Yayasan Jelambar Jabar Agung untuk konfirmasi.
"Di rumah duka, ternyata informasi yang disampaikan tidak benar, dan itu penipuan. Rumah duka juga menyatakan tidak pernah meminta uang dari proses persemayaman suami korban," kata Didik.
Merasa menjadi korban, keluarga Ten langsung melaporkan kasus tersebut ke kantor polisi.
"Banyak laporan mengenai kasus penipuan online. Nah, mereka ini spesialis rumah duka. Kita amankan dari berbagai tempat," kata Didik.
Jenazah Irsan Tionardi disemayamkan di rumah duka Yayasan Jelambar Jabar Agung pada 18 Desember 2016.
"Kemudian kabar meninggalnya ini dimasukkan ke surat kabar pada 20 Desember 2016. Dan ini justru dimanfaatkan oleh komplotan penipuan tersebut," kata Didik.
Dalam menjalankan aksi, para bandit punya peran masing-masing.
"Masing-masing pelaku ada yang berperan mencari sasaran korban dari surat kabar, menyediakan rekening palsu, dan meyakinkan korban kalau pelaku berasal dari rumah duka," katanya.
Setelah membekuk bandit spesialis orang meninggal, polisi mengembangkannya lagi.
"Ini menjadi entri point, karena saat ini kan marak penipuan online," kata dia.
Kelima tersangka dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan juncto Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHP tentang bantuan melakukan kejahatan dan atau Pasal 480 KUHP tentang Penadahan dan atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam penerapan pasal berlapis itu, para tersangka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Dari situ kemudian timbul kecurigaan. Keluarga Ten kemudian mendatangi rumah duka Yayasan Jelambar Jabar Agung untuk konfirmasi.
"Di rumah duka, ternyata informasi yang disampaikan tidak benar, dan itu penipuan. Rumah duka juga menyatakan tidak pernah meminta uang dari proses persemayaman suami korban," kata Didik.
Merasa menjadi korban, keluarga Ten langsung melaporkan kasus tersebut ke kantor polisi.
"Banyak laporan mengenai kasus penipuan online. Nah, mereka ini spesialis rumah duka. Kita amankan dari berbagai tempat," kata Didik.
Jenazah Irsan Tionardi disemayamkan di rumah duka Yayasan Jelambar Jabar Agung pada 18 Desember 2016.
"Kemudian kabar meninggalnya ini dimasukkan ke surat kabar pada 20 Desember 2016. Dan ini justru dimanfaatkan oleh komplotan penipuan tersebut," kata Didik.
Dalam menjalankan aksi, para bandit punya peran masing-masing.
"Masing-masing pelaku ada yang berperan mencari sasaran korban dari surat kabar, menyediakan rekening palsu, dan meyakinkan korban kalau pelaku berasal dari rumah duka," katanya.
Setelah membekuk bandit spesialis orang meninggal, polisi mengembangkannya lagi.
"Ini menjadi entri point, karena saat ini kan marak penipuan online," kata dia.
Kelima tersangka dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan juncto Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHP tentang bantuan melakukan kejahatan dan atau Pasal 480 KUHP tentang Penadahan dan atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam penerapan pasal berlapis itu, para tersangka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.