Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat Lukman Edy mengatakan banyak isu yang muncul dalam pembahasan RUU pemilu sekarang ini. Dia mencatat, isu paling menarik perhatian publik adalah isu tentang Presidential Threshold atau dan Parliamentary Threshold.
"Yang pertama dalam draf RUU pemerintah, Parliamentary Threshold diusulkan 3,5 persen sama seperti pemilu ditahun 2014. Sedang untuk Presidential Threshold juga diusulkan oleh pemerintah tidak ada perubahan yaitu 20 persen dari jumlah kursi di DPR dan atau 25 persen dari jumlah perolehan suara di pemilu," kata Lukman di DPR, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Dia menerangkan, untuk Parliamentary Threshold, sejumlah fraksi meminta untuk ada peningkatan menjadi 5 persen sampai 10 persen. Alasannya untuk konsolidasi demokrasi dengan pendekatan penyederhanaan partai.
Namun, sambungnya, ada juga yang mengusulkan untuk diturunkan menjadi 0 persen atau tanpa threshold dengan alasan agar tidak ada suara rakyat yang terbuang percuma tanpa menghasilkan kursi di DPR.
Sedangkan untuk Presidential Threshold, Lukman mengatakan, ada fraksi yang setuju dengan usulan pemerintah di angka 20 sampai 25 persen dengan alasan agar hubungan presiden dengan DPR tetap terjalin harmonis sebagai syarat effektifnya jalannya pemerintahan.
Tetapi, tambahnya, ada juga fraksi-fraksi yang mengusulkan diturunkan menjadi 0 persen atau tanpa threshold dengan alasan konstitusional paska keputusan Mahkamah Konstitusi soal keserentakan Pileg dan Pilpres dalam waktu yang bersamaan. Serta, alasan membuka ruang publik yang luas untuk munculnya banyak calon presiden sehingga rakyat leluasa memilih siapa yang layak menjadi presiden.
"Kalau misalnya RUU Penyelenggara Pemilu ini diputuskan menggunakan presidential treshold 0 persen atau tanpa Threshold, maka Pemilu 2019 ini akan dinamis dan menjadi lebih menarik, karena akan banyak kontestasi calon presidennya, yang pada akhirnya skenario pilpres tahun 2019 nanti akan sangat berbeda dibanding tahun 2014 yang lalu. Apapun yang akan dipilih nanti, mudah2an bahagian dari konsolidasi demokrasi kita menuju demokrasi yang ideal," ujarnya.
"Kalau misalnya RUU Penyelenggara Pemilu ini diputuskan menggunakan presidential treshold 0 persen atau tanpa Threshold, maka Pemilu 2019 ini akan dinamis dan menjadi lebih menarik, karena akan banyak kontestasi calon presidennya, yang pada akhirnya skenario pilpres tahun 2019 nanti akan sangat berbeda dibanding tahun 2014 yang lalu. Apapun yang akan dipilih nanti, mudah2an bahagian dari konsolidasi demokrasi kita menuju demokrasi yang ideal," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini menerangkan, selain Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold, ada pula isu yang menarik dan signifikan dalam pembahasan RUU Pemilu ini. Di antaranya, soal wacana penggunaan e-voting, wacana kenaikan jumlah anggota DPR dan DPRD, serta sistem Pemilu yang terbuka atau tertutup.
Lukman menerangkan, untuk penggunaan e-voting, Pansus Pemilu sudah mendapatkan presentasikan dari BPPT, ITB dan PT.INTI dalam melaksanakan program e-voting untuk 500 lebih pemilihan kepala desa di seluruh Indonesia.
"Ini jadi menarik bagi Pansus karena e-voting menjamin minimalisasi kecurangan pemilu seperti pemilu sebelumnya, mempersingkat konstrain waktu pada setiap tahapan pemilihan, penghitungan dan rekapitulasi, dan berpotensi di masa yang akan datang akan memperkecil biaya pemilu," katanya.
Namun, persoalannya sekarang, kata Lukman, adalah kesiapan penyelenggara Pemilu, KPU, dan Bawaslu untuk menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan menggunakan e-voting.
Kemudian, tambahnya, mengenai wacana kenaikan jumlah anggota DPR maupun DPRD sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah penduduk dan bertambahnya daerah daerah otonom baru.
Wacana ini, sambungnya, diusulkan oleh Non Goverment Organization pemerhati Pemilu dalam rangka menuju jumlah anggota Parlemen yang ideal berdasarkan praktik yang selama ini dilakukan di negara-negara lain.
"Tentang wacana kenaikan jumlah anggota perlemen ini belum disikapi oleh fraksi-fraksi karena melihat terlebih dahulu apresiasi publik dan tanggapan pemerintah seperti apa," ujar Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Selain itu, pembahasan yang menarik lainnya dari RUU Pemilu adalah sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Walaupun perbedaan ada perbedaan pendapat, Lukman menilai, sudah ada pengkerucutan dari fraksi-fraksi untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka seperti pada pemilu sebelumnya.
"Usulan pemerintah agar diubah menjadi sistem proporsional tertutup, sepertinya mendapat penolakan luas di masyarakat sehingga fraksi-fraksi di Pansus di dalam DIM-nya umumnya menolaknya. Tapi ini pasti nanti diperdebatkan terlebih dahulu, supaya masing-masing pihak bisa menyampaikan alasan logisnya. Kami di Pansus belum pada tahap untuk mengkerucutkan pendapat resmi fraksi fraksi, belum saatnya. Tapi insya Allah minggu depan tahapan perdebatan dan konsolidasi pendapat anggota dan fraksi akan dimulai," tuturnya.