Kasus perampokan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, Jalan Raya Hankam, Jatiwarna, Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat, terjadi karena lemahnya sistem pengawasan internal.
Kepala Unit VI Subdit Reserse Mobile Polda Metro Jaya Komisaris Teuku Arsya Khadaffi mengimbau para pengelola SPBU meningkatkan sistem pengamanan pengiriman uang dari hasil penjualan bahan bakar minyak agar kasus serupa tak terulang.
"Dari kasus perampokan SPBU, banyak pelaku yang memang menjadikan target SPBU karena lemahnya pengawasan dari pengelola," kata Arsya di Polda Metro Jaya, Kamis (12/1/2017).
Saat peristiwa di Jatiwarna terjadi, ternyata pengelola SPBU hanya menugaskan petugas sipil untuk mengirim uang sebesar Rp300 juta ke bank. Pelaku yang umumnya sudah mengincar sasaran menjadi lebih mudah membegal korban.
"Kepolisian membuka diri jika memang masyarakat membutuhkan pengawalan kepolisian apabila mengirim uang dalam jumlah banyak. Lalu ada juga jasa pengamanan profesional yang bisa dimanfaatkan," katanya.
Arsya menegaskan bagi masyarakat yang membutuhkan pengawalan anggota polisi, tidak akan dipungut biaya sepersen pun.
"Tidak dipungut biaya kalau minta tolong ke polisi. Kesadaran masyarakat menjaga diri sendiri kurang. Karena dari pengakuan para pelaku pengiriman uang di SPBU mudah dibaca," katanya.
"Setelah ini pemilik SPBU diminta memperbaiki sistem penyetoran uang. Mungkin karena biaya murah karena hanya memanfaatkan karyawan biasa, tapi high risk (resiko tinggi) dan rentan kejahatan," kata Arsya.
Kasus di Jatiwarna telah terungkap. Polisi meringkus komplotan berinisial SA alias Bulku, SH, dan S. SA merupakan otak perampokan. Dia ditembak mati karena melawan petugas ketika hendak dibekuk.
Komplotan bandit ini dikenal tak segan-segan melukai korban.
Mereka dikenakan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dengan ancaman penjara selama sembilan tahun.
Saat ini, polisi masih memburu dua bandit berinisial IS dan R alias Kocor.
Kepala Unit VI Subdit Reserse Mobile Polda Metro Jaya Komisaris Teuku Arsya Khadaffi mengimbau para pengelola SPBU meningkatkan sistem pengamanan pengiriman uang dari hasil penjualan bahan bakar minyak agar kasus serupa tak terulang.
"Dari kasus perampokan SPBU, banyak pelaku yang memang menjadikan target SPBU karena lemahnya pengawasan dari pengelola," kata Arsya di Polda Metro Jaya, Kamis (12/1/2017).
Saat peristiwa di Jatiwarna terjadi, ternyata pengelola SPBU hanya menugaskan petugas sipil untuk mengirim uang sebesar Rp300 juta ke bank. Pelaku yang umumnya sudah mengincar sasaran menjadi lebih mudah membegal korban.
"Kepolisian membuka diri jika memang masyarakat membutuhkan pengawalan kepolisian apabila mengirim uang dalam jumlah banyak. Lalu ada juga jasa pengamanan profesional yang bisa dimanfaatkan," katanya.
Arsya menegaskan bagi masyarakat yang membutuhkan pengawalan anggota polisi, tidak akan dipungut biaya sepersen pun.
"Tidak dipungut biaya kalau minta tolong ke polisi. Kesadaran masyarakat menjaga diri sendiri kurang. Karena dari pengakuan para pelaku pengiriman uang di SPBU mudah dibaca," katanya.
"Setelah ini pemilik SPBU diminta memperbaiki sistem penyetoran uang. Mungkin karena biaya murah karena hanya memanfaatkan karyawan biasa, tapi high risk (resiko tinggi) dan rentan kejahatan," kata Arsya.
Kasus di Jatiwarna telah terungkap. Polisi meringkus komplotan berinisial SA alias Bulku, SH, dan S. SA merupakan otak perampokan. Dia ditembak mati karena melawan petugas ketika hendak dibekuk.
Komplotan bandit ini dikenal tak segan-segan melukai korban.
Mereka dikenakan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dengan ancaman penjara selama sembilan tahun.
Saat ini, polisi masih memburu dua bandit berinisial IS dan R alias Kocor.