Suara.com - Jelang dilantik pada 20 Januari 2017 mendatang, Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali diguncang prahara. Sejumlah media di AS mempublikasikan setumpuk berkas yang berisi catatan riset berisi dugaan kerjasama rahasia tim kampanye pilpres Donald Trump dengan Rusia.
CNN adalah media AS pertama yang menyampaikan informasi tersebut pada hari Selasa. Kemudian, pada Rabu (11/1/2017), Buzzfeed mempublikasikan berkas sepanjang 35 halaman itu di situs mereka.
Dikutip dari AFP, berkas tersebut dikumpulkan sejak sebelum hingga seusai pilpres AS 8 November 2016. Seorang mantan anggota badan intelijen Inggris MI6, Christopher Steele, disebut-sebut sebagai sosok yang melakukan riset dan mengumpulkan berkas-berkas itu.
Steele kabarnya disewa oleh seorang rival Trump di Partai Republik. Kemudian, sejumlah pendukung Hillary Clinton juga dikabarkan memakai jasa Steele. Steele, selepas pensiun dari MI6, bekerja sebagai direktur konsultan intelijen Inggris, Orbis Business Intelligence.
Sebenarnya, Jumat pekan lalu, sejumlah kepala badan intelijen AS sudah memberitahukan kepada Trump dua halaman berisi ringkasan tudingan dalam berkas itu. Informasi rahasia itu hanya diberitahukan kepada Trump, Presiden Barack Obama, dan sekelompok senator dari Komite Intelijen Senat.
Apa isi berkas tersebut?
Berkas itu berisi klaim bahwa Rusia memiliki sejumlah video yang memperlihatkan beberapa pekerja seks komersial dalam kunjungan Trump ke sebuah hotel mewah Moskow tahun 2013 silam. Kala itu, Trump berkunjung dalam rangka urusan kontes kecantikan Miss Universe. Diklaim, video itu berpotensi dipakai Rusia untuk mengendalikan Trump.
Disebutkan pula dalam berkas tersebut bahwa sejumlah penasihat Trump, termasuk Michael Cohen, menjalin komunikasi rutin dengan para pejabat Rusia dan orang lain yang terlibat dalam dunia intelijen Negeri Beruang Merah itu. Komunikasi tersebut sudah terjalin sedikitnya selama delapan tahun.
Steele, yang berpengalaman di Rusia, menyusun berkas tersebut berdasarkan informasi yang ia peroleh dari beberapa narasumbernya.
Tidak diketahui apakah klaim dalam berkas tersebut benar adanya. Namun intel AS menganggap beberapa informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga perlu diinformasikan kepada Trump. (AFP)